Asal usul Raja Tunjung

Ilustrasi

PADA zaman dahulu diceritakan dua orang bersaudara masing-masing bernama Suma dan Gah Bogan, putra Hirang Soma Tanah. Setelah orangtuanya meninggal, maka hubungan antara Suma dan Gah menjadi jauh. Hal ini disebabkan karena Suma tinggal di kampung Londong yang jauh sekali dengan tempat tinggal Gah yaitu kampung Linggang Sungai Bengkalang.

Pekerjaan Gah Bogan selain berhuma juga sebagai penangkap ikan. Pada suatu malam ia memasang perangkap ikan di sungai Maranaf. Setelah fajar menyingsing, perangkap itu diambil dan isinya ternyata hanya tulang-tulang ikan. Perangkap dipasang lagi dan ternyata isinya hanya tulang-tulang ikan juga.

Karena herannya, maka Gah Bogan ingin sekali mengetahui pencuri ikannya. Untuk membuktikan hal itu, malam hari setelah memasang perangkap, ia segera mencari tempat sembunyi di semak-semak dekat dengan perangkap ikan. Ia kemudian melihat seorang wanita yang amat cantik dengan memakai pakaian cawat dari kulit kayu, dengan lahap memakan ikan dalam perangkap milik Gah Bogan.

Gah Bogan segera mendekati perempuan itu dan menangkapnya. Tetapi kemudian terjadi pergulatan. Karena Gah lebih kuat, perempuan itu akhirnya bisa dilumpuhkan. Gah kemudian membawa wanita itu pulang. Sampai di rumah, wanita itu tidak mau berkata dan makan, hanya diam saja.

Setelah beberapa lama berada di rumah Gah Bogan barulah wanita itu mau menjawab pertanyaan yang disampaikan Gah Bogan. Ternyata wanita itu bernama Gah Bongek. Setelah peristiwa itu, Gah Bongek menjadi istri Gah Bogan. Selang beberapa lama kemudian Gah Bongek hamil dan melahirkan bayi kembar delapan. Tetapi bayi-bayi itu tidak diperihara baik-baik dan malah dibuang ke sungai Mahakam. Bayi-bayi itu akhirnya menjadi hantu perempuan.

Gah Bongek kemudian hamil kembali. Setelah tiba saatnya, maka lahirlah anak kembar delapan. Seperti nasib anak pertama, anak kedua ini juga tidak dipelihara baik-baik, malah dibuang ke dalam hutan dan menjadi hantu penunggu kerajaan Pinang Sendawar.

Untuk kelahiran ketiga kalinya juga kembar delapan tetapi kedelapan anak ini dipelihara baik-baik dan masing-masing diberi nama;Sangkariak Igas, Sangkariak Laca, Sangkariak Lani, Sangkariak Inggih, Sangkariak Injung, Sangkariak Keban, Sangkariak Laman dan Sangkariak Duka.

Setelah mereka menjadi besar, mereka tak mau tinggal bersama orangtua mereka. Mereka membuat pondok sendiri-sendiri yang terletak di pinggir sungai Bengkalang. Sedangkan mata pencaharian mereka ialah berhuma, berburu dan menangkap ikan. Pada suatu hari yang cerah mereka berada di dalam pondok dan mereka mendengar suara yang datang di langit yang berbunyi, “jo, jo, sambut disambut mati, tidak disambut mati”.

Mendengar suara dari luar itu, mereka tak berani keluar. Hanya Sangkariak Keban saja yang berani keluar dan mencari suara tadi. Ternyata yang dilihatnya sebuah kelangkang yang seakan-akan diulur dari atas sehingga dapat dijangkau dan dibuka. Ternyata di dalamnya berisi seorang bayi yang sangat tampan dan pada tangan kanan memegang sebutir telur.

Bayi dan telur itu akhirnya dibawa masuk ke rumah. Bayi itu ia tunjukkan kepada saudara-saudaranya. Mereka mengucap syukur kepada Ape Bogan Tanah yang telah menganugerahi seorang putra yang kelak akan memimpin kerajaan Tunjung itu.

Atas persetujuan saudara-saudaranya maka Sangkariak Igas diserahi kewajiban untuk memberi nama dan memelihara bayi tadi. Sangkariak memberi nama Adji Tulur Dijangkat. Sedangkan telur tadi dieramkan dan tiada beberapa lama keluarlah anak ayam jantan (yang kelak menjadi suatu alat untuk menghubungkan antara Aji Tulur Dijangkat dengan Muk Bandar Bulan).

Di tempat lain, saudara Gah Bogan yang bernama Suma yang tinggal di kampung Londong juga mempunyai anak yang berjumlah 8 orang dan oleh orangtuanya anak itu diberi nama: Kemuduk Bengkong, Kemuduk Kandangan, Kemuduk Murung, Kemuduk Jemai, Kemuduk Jangah, Kemuduk Mandar (perempuan), Kemuduk Bulan dan Kemuduk Beran.

Adapun pekerjaan Suma yaitu berhuma, menangkap ikan dan berburu. Salahsatu diantara 8 saudara tadi, Kemuduk Bengkong yang dianggap menjadi kepala kampung Londong. Pada suatu hari, Kemuduk Beran pergi berburu bersama anjingnya. Sehari-hari ia tak dapat binatang buruan, sehingga hatinya menjadi kesal. Akhirnya ia hanya menyuruh anjingnya yang mencari binatang.

Tiba-tiba anjing itu menggonggong terus, sehingga Kemuduk Beran menjadi senang. Ia yakin ada binatang yang sedang dikejar si anjing. Setelah lama bersiap-siap, ternyata tidak ada seekor binatang pun yang terlihat, tetapi anjing itu ternyata masih terus menggonggong. Gonggongan anjing itu tertuju ke arah sebuah bambu petung yang terletak di tengah semak.

Kemuduk Beran mengambil bambu petung dan ditaruh di sebuah dahan kayu. Ia kemudian mengajak anjingnya pulang. Tetapi anjingnya tidak mau berhenti menyalak  ke arah bambu petung. Akhirnya Kemuduk Beran membawa bambu petung itu pulang.

Saat tiba di rumah sudah malam. Setelah membersihkan kaki, Kemuduk Beran menaruh bambu petung di tengah-tengah atau di antara Kemuduk Mandar dan Bulan. Setelah itu ia tidur bersama anjing di kamar terpisah. Belum lama ia tidur, tiba-tiba terdengar letusan di kamar Mandar dan Bulan. Yang meletus ternyata bambu petung. Beran menghampiri tempat tidur Mandar dan Bulan. Ia  melihat Mandar sedang memangku seorang bayi. Tangan kirinya memegang sebutir telur ayam.

Kemuduk Beran menceritakan kepada Kemuduk Bengkong mengenai peristiwa yang pernah ia alami sewaktu berburu di hutan bersama anjingnya, sampai dengan kejadian yang baru saja disaksikan. Bayi yang baru lahir dari bambu petung ternyata bayi yang sangat cantik.

Putri dari khayangan, yang turun ke dunia untuk memimpin rakyat Tunjung. Sedangkan telur yang dibawa itu kelak akan menjadi ayam betina yang sangat bagus dan sebagai perantara untuk menghubungkan dengan Aji Tulur Dijangkat.

Oleh Kemuduk Bengkong bayi tadi dinamai Muk Bandar Bulan. Muk artinya putri, Bandar artinya negeri, dan Bulan artinya penerang. Jadi nama Muk Bandar Bulan berarti seorang putri yang bertugas menerangi dunia terutama kerajaan Tunjung. Sedangkan telur ayam itu setelah menetas menjadi anak ayam betina yang berbulu putih berjambul dan berjambang. Hanya selembar bulu yang berwarna hitam pada ekornya.

Anak ayam beserta bayi itu kian hari bertambah besar dan mendatangkan rezeki dan kesuburan bagi tanaman. Keberadaan bayi dan anak ayam itu menjadikan penduduk Kampung Londong menjadi bahagia.

Pada suatu saat Muk Bandar Bulan meminta kepada ayahnya supaya dikumpulkan seluruh penduduk kampung Londong untuk mendengarkan nasihat serta pengumuman yang akan disampaikan. Dengan keheranan, Kemuduk Bengkong memanggil seluruh rakyatnya.

Setelah semua berkumpul, maka Muk Bandar Bulan menyampaikan isi hatinya. Ia mengatakan, barang siapa yang mendengar letusan malam hari maka mereka dijadikan pengikut dan abdi yang sangat setia. Sedangkan yang tak mendengar dijadikan hamba.

Mak Bandar Bulan juga mengatakan kepada seluruh penduduk bahwa ia adalah putri dari khayangan, putri Nayung Sanghyang Juata Tonoi, yang turun ke bumi untuk memimpin rakyat Tunjung. Ia menjadikan Kemuduk Bengkong sebagai hamba atau pembantu yang terdekat, sedangkan seluruh rakyat Tunjung harus taat segala perintahnya dan harus mengakuinya sebagai raja.

Karena Muk Bandar Bulan dianggap masih kecil, maka seluruh rakyat tidak mau mengakui. Mereka meminta Muk Bandar Bulan dapat membuktikan kelebihannya. Segala permintaan itu disanggupi oleh Muk Bandar Bulan.

Setelah peralatan disiapkan, Muk Bandar Bulan mulai membuktikan kesaktiannya. Tiada berapa lama terdengar suara gemuruh di luar, dan setelah tenang maka terlihatlah sebuah gunung yang kemudian dinamai Gunung Petung Mangku Aji. Dengan peristiwa ini, maka semua rakyat baru percaya dan mentaati segala perintah Muk Bandar Bulan.

Penulis: Hamdani | Editor: Intoniswan

Tag: