NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Nunukan, Kalimantan Utara, kerap kali menerima protes terhadap laporan kematian palsu yang dibuat oleh pihak keluarga dengan beragam alasan.
“Baru-baru ini ada seorang bapak angkat di Kecamatan Sebatik dilaporkan anak angkatnya Rian Rahmani ke Polisi karena membuat surat keterangan kematian palsu,” kata Kadisdukcapil Nunukan Agus Palentek pada Niaga.Asia, Rabu (24/01/20240.
Laporan kematian palsu yang menimpa warga Kecamatan Sebatik, Rian Rahmani yang diterbitkan kantor Desa Balansiku hampir sama dengan perkara 3 orang lainnya yang pernah ditemukan Disdukcapil Nunukan.
Sepanjang tahun 2022 hingga 2024, Disdukcapil menemukan 4 laporan kematian yang dipalsukan oleh pihak keluarga atau orang dekat dengan modus beragam, salah satunya, suaminya ingin menikah lagi hingga membuat surat kematian palsu istrinya.
“Kasus di Desa Sekaduyan Taka, Kecamatan Sei Menggaris. Suami membuat surat kematian palsu istrinya demi bisa menikah lagi di luar Pulau Nunukan,” sebutnya.
Kemudian, seorang suami yang pulang kampung ke Nusa Tenggara Timur membuat surat kematian istrinya yang berdomisili di Kecamatan Nunukan. Kasus ini terbongkar setelah pihak keluarga istri mengetahui pelaku menikah lagi.
Kasus di Kecamatan Sembakung, seorang istri meminta kantor desa menerbitkan surat keterangan kematian suaminya. Kasus ini didasari sakit hati istri kepada suaminya yang menikah lagi di Morowali, Sulawesi Tengah.
“Tiga kasus ini dibuat suami dan istri untuk keperluan agar bisa menikah lagi, sedangkan di Sebatik bapak laporkan anak mati modusnya tidak diketahui,” ujarnya.
Dalam hal penerbitan akta kematian, Disdukcapil Nunukan selalu meminta surat rekomendasi atau surat keterangan dari kelurahan atau desa tanpa perlu melakukan pemeriksaan dan pengecekan lapangan.
Surat keterangan dari kantor desa atau kelurahan dianggap resmi karena ditandatangani oleh pejabat, lagi pula tidak mungkin Disdukcapil harus bertanya ulang atau cek lapangan untuk memastikan kematian orang.
“Logikanya tidak mungkin kami bertanya lagi apakah benar orang ini mati, masa orang mati dibuat main-main ya,” bebernya.
Agus menerangkan, pemberi keterangan kematian palsu dapat dipidana penjara dengan ancaman 5 tahun. Oleh karena itu, Agus meminta pihak pemerintah desa dan kelurahan ataupun perangkat RT agar berhati-hati dalam menerbitkan surat rekomendasi kematian seseorang warga. Lakukan kroscek lapangan sebelum terbitkan surat kematian.
“Kalau surat kematian terbit, otomatis Nomor Induk Kependudukan (NIK) dicabut dan tidak diaktifkan lagi,” jelasnya.
Korban yang dilaporkan mati kehilangan NIK dapat mengaktifkan kembali NIK dengan cara menonaktifkan surat kematian disertai dengan bukti dan keterangan sekaligus mengajukan kembali permohonan NIK ke Disdukcapil setempat.
Langkah awal mengaktifkan kembali NIK adalah dengan membuat laporan adanya pemalsuan dokumen ke Polisi. Selanjutnya bukti laporan diserahkan ke Disdukcapil sebagai lampiran pernyataan bahwa pemilik NIK belum meninggal dunia.
“Bukti lampiran itu dilaporkan ke pusat untuk permohonan kembali mengaktifkan NIK seseorang,” ungkapnya.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan
Tag: Administrasi Kependudukan