JAKARTA.NIAGA.ASIA — Perubahan iklim menjadi tantangan global terpenting bagi umat manusia saat ini. Laporan dari berbagai lembaga dunia di antaranya World Meteorological Organization (WMO), Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menyatakan, perubahan iklim akan terus terjadi dalam beberapa dekade mendatang apabila tidak dilakukan aksi mitigasi.
Dampak negatif yang telah ditimbulkan oleh perubahan iklim menuntut perlunya respons global untuk melakukan aksi mitigasi dan adaptasi.
Menurut laporan World Meteorological Organization (State of the Global Climate 2023) menyatakan bahwa tahun 2023 merupakan tahun terpanas sepanjang sejarah, dengan anomali temperatur global 1,45 derajat celcius di atas periode praindustri, di mana selama sembilan tahun terakhir periode 2015-2023 adalah sembilan tahun terpanas sepanjang sejarah.
Seiring dengan kegiatan peringatan Hari Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Nasional BMKG ke-77 tahun pada tanggal 21 Juli 2024, BMKG mengadakan kegiatan “Festival Aksi Iklim dan Workshop Iklim Terapan: Aksi Iklim Kaum Muda untuk Perubahan Iklim Indonesia” yang diselenggarakan di Auditorium BMKG, Selasa 20 Agustus 2024.
“Perubahan iklim ini adalah isu yang tidak bisa diabaikan. Jika tidak ada upaya mitigasi yang serius, dampaknya akan semakin parah dan merugikan masyarakat luas,” kata Plt Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dilansir laman BMKG, Rabu 21 Agustus 2024.
Dwikorita menjelaskan, adaptasi yang efektif adalah yang bersifat sangat lokal, yang membutuhkan informasi cuaca, iklim dan air yang dapat diandalkan untuk mendukung pembuatan kebijakan adaptasi, teruntuk para generasi muda alpha yang saat ini memiliki peran besar untuk menjaga kestabilan pemanasan global agar tidak meningkat.
“Diharapkan agar mereka dapat menjadi aktor utama upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, termasuk melalui sektor energi terbarukan,” ujar Dwikorita.
Adapun beberapa solusi yang bisa dilakukan saat ini bagi generasi muda (alpha) dalam menciptakan solusi inovatif untuk mengatasi perubahan iklim, termasuk penggunaan teknologi ramah lingkungan dan praktik berkelanjutan, generasi muda diharapkan dapat mengambil peran aktif dalam pengambilan keputusan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
“Serta membangun jaringan dan kolaborasi dengan berbagai organisasi dan komunitas untuk memperkuat upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” terang Dwikorita.
Noer Adi Wardojo, sebagai Sekretaris Dirjen Pengendalian Perubahan iklim KLHK menyampaikan pertemuan ini sebagai langkah untuk mengambil tindakan yang konkrit, di mana saat ini perubahan iklim kini menjadi ancaman serius bagi kehidupan di seluruh dunia.
“Termasuk di Indonesia yang saat ini sudah kita rasakan langsung seperti kenaikan permukaan air laut, penurunan keanekaragaman hayati sebagai beberapa contoh yang harus kita hadapi bersama,” kata Noer Adi.
Melalui opini yang hampir serupa dengan Dwikorita, Noer Adi menyampaikan bahwa yang paling rentan menghadapi perubahan iklim ini adalah para generasi muda yang menjadi tulang punggung NKRI untuk ke depannya. Sebab, mereka bukan hanya sebagai saksi tetapi diharapkan mereka juga sebagai agen perubahan hadapi krisis iklim ini.
“Karena peran generasi muda sangatlah penting memanfaatkan peran teknologi hijau untuk melakukan perubahan, sesuai dengan era perkembangan aksi adaptasi perubahan iklim ke depannya,” jelas Noer Adi.
Kegiatan Festival yang diselenggarakan selama satu hari ini bertujuan ekspos berbagai program penyadaran iklim di berbagai lapisan masyarakat, baik oleh BMKG melalui Literasi untuk Aksi Iklim atau berbagai inisiatif lembaga lainnya.
Adapun ekspektasi dari kegiatan ini diharapkan terjalinnya potensi aktivitas aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di kalangan generasi muda, peningkatan kesadaran aksi iklim di masyarakat khususnya generasi muda dan masyarakat komunitas, serta mendorong terbentuknya kaukus/hub aksi iklim pemuda Indonesia secara nasional.
Sumber: BMKG | Editor: Saud Rosadi
Tag: Bencana AlamBMKGPerubahan Iklim