JAKARTA.NIAGA.ASIA – Anggota DPR RI Mardani Ali Sera menyoroti dugaan pelanggaran netralitas perangkat desa dalam pilkada di Sukoharjo, Jawa Tengah. Kasus ini dihentikan oleh Bawaslu karena dianggap tidak memenuhi syarat formil.
Ia pun mendorong Bawaslu dan lembaga terkait mempermudah pelaporan dugaan pelanggaran Pilkada demi memastikan terwujudnya keadilan demokrasi.
“Penghentian tindak lanjut terhadap dugaan pelanggaran Pemilu tersebut sebenarnya sangat disayangkan. Mungkin aturan soal batas waktu pelaporan bisa dikaji ulang agar dugaan pelanggaran yang terjadi dalam Pemilu betul-betul dapat diusut,” ujar Mardani dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Terkait dengan dugaan pelanggaran Pilkada yang terjadi di Sukoharjo tersebut, Bawaslu menerima laporan dugaan pelanggaran netralitas perangkat desa di Kecamatan Polokarto. Sayangnya, laporan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti karena batas waktu pelaporan sudah kedaluwarsa atau melewati batas waktu yang ditetapkan.
Menurut Politisi Fraksi PKS ini, penerapan batas waktu yang terlalu ketat dalam proses pelaporan dugaan pelanggaran Pemilu dapat menjadi hambatan serius dalam proses penegakan keadilan.
“Ini harus jadi perhatian kita bersama untuk memperbaiki aturan, agar jangan sampai regulasi menjadi penghambat tegaknya keadilan di alam demokrasi kita,” sebut Legislator dari Dapil DKI Jakarta I itu.
Mardani mengingatkan, masa kampanye pada Pilkada 2024 yang berlangsung cukup panjang membuka cukup ruang terjadinya potensi pelanggaran. Apalagi seringkali pihak pelapor membutuhkan waktu lebih untuk akhirnya memutuskan melaporkan adanya pelanggaran.
“Dapat dipahami apabila diperlukan waktu untuk mengumpulkan bukti atau bahkan memahami bahwa tindakan yang dipersoalkan masuk dalam kategori dugaan pelanggaran, apapun bentuknya,” ungkap Mardani.
Adapun syarat atau tata cara pelaporan dugaan pelanggaran Pemilu tertuang dalam Peraturan Bawaslu Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Dalam Pasal 4 Peraturan Bawaslu itu disebutkan, laporan terkait pelanggaran dalam Pilkada harus disampaikan paling lambat 7 hari setelah diketahuinya atau ditemukannya pelanggaran. Mardani pun menyebut diperlukan pertimbangan kembali mengenai batas waktu pelaporan pelanggaran dalam Pemilu.
“Karena dengan adanya aturan batas waktu yang ketat, peluang masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran yang terjadi menjadi semakin terbatas. Prinsipnya, mudahkan pelaporan. Karena hal ini juga dapat memberi kesempatan bagi terlapor untuk membela diri, sehingga Bawaslu dapat memutuskan kasus dugaan pelanggaran Pemilu secara adil dan harus dilakukan dengan transparan,” tutur Mardani.
Mardani yang dalam periode DPR sebelumnya bertugas di Komisi II dengan lingkup kerja pada urusan Pemerintahan dan pelaksanaan Pemilu itu menyebutkan bahwa penyelenggara Pemilu harus menyesuaikan dengan realitas yang ada di lapangan.
“Dengan memberikan fleksibilitas lebih dalam hal pelaporan, Bawaslu akan mampu menegakkan keadilan pemilu dengan lebih efektif. Ke depan isu ini perlu dibahas bersama dengan DPR dan Pemerintah,” katanya.
Mardani menilai, penghentian kasus dugaan pelanggaran Pemilu karena masalah syarat formil dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara Pemilu seperti Bawaslu, yang seharusnya menjadi pengawas dan penjaga keadilan dalam pesta demokrasi.
“Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap proses pemilu, integritas demokrasi itu sendiri akan terancam. Semua ini hanya akan memperburuk kondisi demokrasi di Indonesia dan mengikis legitimasi pemerintahan yang terpilih,” papar Mardani.
Lebih lanjut, Mardani juga menyoroti dugaan pelanggaran netralitas oleh ASN atau perangkat penyelenggara pemerintahan yang banyak dilaporkan di berbagai daerah. Mardani mengingatkan sanksi tegas terhadap pelanggaran netralitas, baik berupa disiplin maupun kode etik. Sanksi dapat berupa pemotongan gaji hingga pemecatan.
“Setiap dugaan pelanggaran netralitas harus disikapi dengan serius, dan aturan waktu yang terlalu kaku seharusnya tidak menjadi penghalang dalam menegakkan keadilan. Netralitas aparatur pemerintah adalah pilar utama demokrasi yang harus dilindungi,” tegas Mardani.
Menutup pernyataan resminya, ia mengingatkan bahwa maraknya kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN harus menjadi perhatian Bawaslu dan bisa menjadi salah satu faktor pentingnya Bawaslu mempermudah pelaporan.
“Agar praktik-praktik yang tidak sehat dalam Pilkada bisa diminimalisir, termasuk kasus-kasus pelanggaran netralitas. Saya tekankan, setiap dugaan pelanggaran netralitas pada Pemilu harus menjadi perhatian serius dan penting sekali untuk diusut karena dapat memiliki dampak domino dalam proses penyelenggaraan pemerintahan baik di pusat maupun daerah,” tutup Mardani.
Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan
Tag: BawasluPilkada