SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan daerah dan berpeluang besar menjadi tulang punggung perekonomian Kalimantan Timur yang berkelanjutan, karena didukung dengan luasnya areal dan besarnya produksi kelapa sawit di Kalimantan Timur. Pada tahun 2023, luas areal perkebunan kelapa sawit Kalimantan Timur mencapai 1,47 juta ha dengan produksi sebesar 19,73 juta ton.
Pada tahun 2023, jumlah tenaga kerja di sektor perkebunan sebanyak 222.400 tenaga kerja (12,04 persen), sementara pada sektor pertambangan dan penggalian sebanyak 154.128 tenaga kerja (8,34 persen).
Demikian terungkap dalam Risalah Kebijakan yang ditampilkan di awal Seminar berasal dari Kelompok B-2 atau Kelompok IV Peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat II, dengan judul ”Penguatan Rantai Pasok Komoditas Kelapa Sawit untuk Percepatan Hilirisasi Industri”.
Risalah Kebijakan ini disampaikan oleh Yusliando, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Kalimantan Timur dalam Seminar yang dilaksanakan di Aula ”Kampus Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami” BPSDM Kaltim, tanggal 31 Oktober 2024.
Menurut Yusliando, ada tiga pola pengelolaan perkebunan di Kalimantan Timur, yaitu perkebunan besar pemerintah dengan luas areal sebesar 14.402 ha (0,98 persen), perkebunan besar swasta dengan luas areal sebesar 1,24 juta ha (84,08 persen) dan perkebunan rakyat sebesar 220.145 ha (14,94 persen).
“Luasan perkebunan kelapa sawit tersebut tersebar di beberapa kabupaten/kota di Kalimantan Timur, dimana Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Paser menjadi daerah perkebunan kelapa sawit yang berkembang pesat,” katanya.
Selain itu, sektor perkebunan juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penyerapan tenaga kerja, bahkan lebih besar daripada kontribusi sektor pertambangan dan penggalian.
“Pada tahun 2023, jumlah tenaga kerja di sektor perkebunan sebanyak 222.400 tenaga kerja (12,04 persen), sementara pada sektor pertambangan dan penggalian sebanyak 154.128 tenaga kerja (8,34 persen),” ungkap Yusliando.
Menurut Yuskiando, dalam rangka mengolah hasil perkebunan kelapa sawit, di Kalimantan Timur telah dibangun 106 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang tersebar di 7 kabupaten dengan total kapasitas produksi terpasang sebesar 5.595 ton TBS/jam. Lokasi pembangunan pabrik kelapa sawit ini umumnya berdekatan dengan lokasi kebun.
“Strategi lokasi industri pengolahan yang dekat dengan sumber bahan baku selaras dengan teori Alfred Weber (1909) yang memungkinkan pengurangan biaya transportasi bahan mentah dan memaksimalkan efisiensi pengolahan di tingkat lokal,” paparnya.
Produk akhir PKS tersebut adalah Crude Palm Oil (CPO), yang dalam rantai nilai merupakan produk turunan tingkat pertama atau masuk dalam kategori penggilingan kelapa sawit.
Sampai tahun 2023, telah terdapat 179 produk turunan kelapa sawit dan Kalimantan Timur seharusnya mendorong upaya hilirisasi yang lebih progresif untuk memproduksi turunan kelapa sawit selain CPO, sehingga nilai tambah yang dihasilkan semakin tinggi dan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja juga semakin meningkat.
“Saat ini telah terdapat 3 industri pengolahan lanjutan dari CPO di Kalimantan Timur yakni PT. Kutai Refinery Nusantara, PT. Louis Dreyfus Company, dan PT. Energi Unggul Persada,” kata Yusliando.
Pada tahun 2023, produksi CPO di Kalimantan Timur sebesar 4,57 juta ton, dimana 3,34 juta ton atau sekitar 75 persen dikirim ke luar Kalimantan Timur untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri maupun di luar negeri. Sementara sisanya sebesar 1,23 juta ton dimanfaatkan di dalam daerah.
Dari aspek rantai pasok, kondisi ini sepertinya tidak cukup efisien dikarenakan salah satu industri turunan CPO yang cukup besar di Kalimantan Timur memerlukan bahan baku CPO sebesar 3,6 juta ton pertahun.
Yusliando menyampaikan, penataan rantai pasok memegang peranan penting dalam akselerasi pembangunan industri pengolahan kelapa sawit di Kalimantan Timur, yang diharapkan dapat menjadi tulang punggung perekonomian Kalimantan Timur di masa mendatang.
“Industri pengolahan turunan kelapa sawit merupakan motor utama dalam mewujudkan transformasi ekonomi di Kalimantan Timur. Keberhasilan transformasi ekonomi berbasis industri
pengolahan di Provinsi Kepulauan Riau menjadi contoh yang sangat baik bagi Kalimantan Timur,” ujar Yusliando, menambahkan Kelompok B-2 atau Kelompok IV Peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat II, melakukan studi ke Batam, Kepulauan Riau.
Dipaparkan, pada tahun 2023, kontribusi PDRB sektor industri pengolahan elektronik sebesar 26,06 persen di Provinsi Kepulauan Riau telah melebihi kontribusi PDRB sektor pertambangan.
Sayangnya, industri elektronik yang merupakan salah satu komoditas ekspor di Kepri memiliki kelemahan yakni sebagian besar bahan baku komponen elektronik yang digunakan masih didominasi bahan baku impor dari luar negeri.
Ketergantungan ini membuat industri di Kepri rentan terhadap fluktuasi harga pasar dan pasokan global. Apabila terjadi gangguan rantai pasok maka dapat menyebabkan keterlambatan dan kenaikan biaya pengiriman bahan baku.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan | Adv Diskominfo Kaltim
Tag: Sawit