Akmal Malik: Segera Cabut Perda yang Tidak Relevan Lagi

Penandatanganan komitmen bersama pemerintah daerah dalam pembentukan dan pelaksanaan produk hukum daerah dalam Rakornas di Samarinda, Senin 20 Januari 2025. (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Direktur Jendral Otonomi Daerah sekaligus Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik memerintahkan seluruh produk hukum yakni peraturan daerah (Perda) yang sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini dan bertentangan dengan kebijakan pusat untuk segera dicabut.

Hal itu disampaikan Akmal dalam acara rapat koordinasi pembinaan pembentukan produk hukum daerah dan optimalisasi implementasi produk hukum daerah.

Dalam rapat koordinasi nasional (Rakornas) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang berlangsung di Pendopo Odah Etam, Kompleks Kantor Gubernur Kaltim ini dihadiri oleh Kepala Daerah seluruh provinsi di Indonesia, kecuali Bengkulu.

Akmal mengatakan setiap harinya terdapat 122 Perda yang diproduksi seluruh provinsi di Indonesia.

“Produk hukum yang difasilitasi oleh Dirjen Otda itu sampai 72 buah. Belum lagi di Provinsi dan kabupaten/kota ada kurang lebih 50 buah,” kata Akmal, Senin 20 Januari 2025.

Akmal menekankan ratusan Perda yang dibuat per harinya itu, tentunya harus selaras dengan regulasi ketentuan normatif dan standar yang dibuat oleh kementerian. Baik itu Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, Kementerian PUPR dan lainnya.

“Kita ingin membangun orkestrasi produk hukum yang sinkron antara pusat dan daerah,” ujar Akmal.

Terkait Perda yang sudah tidak relevan dengan keadaan saat ini dan bertentangan dengan kebijakan pusat, Akmal minta Perda tersebut segera dicabut.

“Melalui rapat koordinasi ini, daerah diberikan pemahaman. Silahkan produk hukum yang tidak relevan dengan keadaan sekarang, dan bertentangan dengan pusat tolong dicabut, guna menekan pengeluaran (biaya),” tegas Akmal.

Menurut Akmal, Perda-perda yang sudah tidak berlaku lagi atau Perda lama tidak relevan ini membuat beban regulasi di daerah.

“Belum lagi biaya yang dikeluarkan untuk membuat produk hukum itu tidak murah. Kita berharap dimulai dari self assesment dulu. Ini penting untuk mereduksi pengeluaran dan jumlah Perda yang sudah tidak relevan dengan keadaan sekarang,” jelas Akmal.

Sementara Direktur Produk Hukum Daerah Imelda mengatakan, rapat koordinasi pembinaan terhadap produk hukum ini bertujuan menyelaraskan produk hukum yang dibuat oleh daerah dengan kebijakan pemerintah pusat.

“Kemendagri sebagai pembina dan pengawas hukum daerah, berperan mengkoordinasikan pembentukan Perda agar tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang ada dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik serta keputusan daerah,” kata Imelda.

Imelda menjelaskan jumlah produk hukum se-Indonesia yang berhasil dibuat dari tahun 2015 hingga 2022 sebanyak 2.166 Perda. Namun banyaknya regulasi itu, justru belum bisa mengatasi permasalahan yang ada di beberapa daerah.

Sehingga Kemendagri melalui Direktorat Jendral Otonomi Daerah menyiapkan langkah strategis pembinaan produk hukum daerah melalui monitoring, dan evaluasi implementasi Perda.

“Hasilnya dalam bentuk rekomendasi Kemendagri yang menyatakan apakah Perda tersebut sudah sesuai atau belum. Jika Perda tidak sesuai, maka pemerintah daerah direkomendasikan untuk melakukan perubahan Perda,” katanya.

“Apabila Pemda tidak melakukan rekomendasi dari hasil verifikasi yang telah disampaikan, maka akan menjadi bahan penilaian terhadap kinerja Pemda,” demikian Imelda.

Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi

Tag: