ASEM Sikapi Meningkatnya Tekanan Geopolitik Global

Seminar ASEM Day 2023 bertema “Reigniting ASEM: the Future of Asia and Europe from Asia’s Perspective,” diselenggarakan Kementerian Luar Negeri bersama dengan Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) dan Asia Europe Foundation (ASEF), Rabu  (8/3). (Foto Kemlu)

BANDUNG.NIAGA.ASIA – Indonesia suarakan lebih banyak lagi people-to-people exchange dalam kerangka Asia Europe Meeting (ASEM) sikapi meningkatnya tekanan geopolitik global.

Hal tersebut disampaikan Direktur Kerja Sama Intrakawasan dan Antarkawasan Amerika dan Eropa, Nidya Kartikasari dalam seminar ASEM Day 2023 bertema “Reigniting ASEM: the Future of Asia and Europe from Asia’s Perspective,” yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri bersama dengan Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) dan Asia Europe Foundation (ASEF) (8/3).

Teuku Rezasyah, pengamat isu-isu internasional, menyoroti konflik Rusia dan Ukraina serta rivalitas AS RRT telah mengubah dinamika hubungan negara-negara Asia dengan Barat, termasuk Eropa.

“Organisasi antar pemerintah seperti PBB kembali terbukti tidak dapat menghentikan konflik, justru hubungan ekonomi yang ternyata bisa menjadi pereda konflik,” ucapnya.

Hal tersebut sejalan dengan pandangan Purwadi Hermawan, yang melihat pentingnya ASEM penting bagi Eropa  untuk membentuk norma dan menjadi pintu masuk bagi perluasan pasar ke kawasan Asia.

Tekanan geopolitik

Adanya tekanan geopolitik global kembali digarisbawahi Nidya. Menurutnya, rembetan ketegangan konflik Rusia Ukraina sangat mempengaruhi kerja sama di forum antarpemerintah, termasuk ASEM.

Menyikapi hal ini, perlu ada terobosan di track II diplomacy yang melibatkan publik secara luas, agar konektivitas antar kawasan tidak terhenti.

“Di sinilah pentingnya peran Asia Europe Foundation (ASEF), sebagai organisasi di bawah naungan ASEM yang diberi mandat untuk mendorong people-to-people exchange di kawasan Asia dan Eropa,” katanya.

Direktur Eksekutif ASEF, Dubes Toru Morikawa menjelaskan bahwa ASEF memiliki 700 proyek / kegiatan di bidang budaya, pendidikan, pemerintahan, ekonomi, media, kesehatan, dan pembangunan berkelanjutan, berkolaborasi dengan lebih dari 800 organisasi mitra.

Diantara kegiatan unggulannya adalah Festival Budaya Asia Eropa dan ASEF Young Leaders Summit, sebuah forum antar kawasan yang memiliki tujuan mencetak pemimpin muda visioner.

“Kegiatan tersebut terbuka dan dapat dimanfaatkan oleh publik secara luas, termasuk oleh mahasiswa, akademisi, dan para pemuda,”  ujar Nidya.

Lurong Chen, peneliti dari ERIA melihat bahwa sebenarnya kedua kawasan dapat mendorong konektivitas yang lebih besar melalui kerja sama digital. Namun, di banyak negara berkembang, digitalisasi masih terbentur modal dan kapasitas sumber daya manusia, sehingga riskan terhadap potensi risiko seperti kebocoran dan penyalahgunaan data.

ASEM Day 2023

ASEM Day yang diperingati setiap bulan Maret merupakan upaya negara anggota untuk meningkatkan visibilitas ASEM di masyarakat.

Di antara organisasi regional lain, keberadaan ASEM belum banyak diketahui publik, padahal, ASEM merupakan satu satunya organisasi di tingkat Kepala Negara (Summit) yang menghubungkan kawasan Asia dan Eropa.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, penyelenggaraan seminar ASEM Day selalu mendapat sambutan antusias dari publik, terutama mahasiswa, akademisi, dan pengamat hubungan internasional. Lebih 200 orang hadir dalam acara yang dilakukan secara daring dan luring.

Dubes Soemadi Brotodiningrat melihat bahwa ASEM menyambungkan “the still unconnected dots in the global triangular geopolitical construct” yaitu Atlantik Utara (NATO), Lingkar Pasifik (APEC), dan Asia Eropa (ASEM).

Semula ASEM beranggotakan 26 negara, dan kemudian terus bertambah menjadi 51 negara, plus ASEAN dan Uni Eropa.

Sumber: Kementerian Luar Negeri | Editor: Intoniswan

Tag: