Berpikir Simpel

Cerpen Karya: Efrinaldi

Foto Dokumentasi Niaga.Asia/Heri.

Aku sangat terkesan dengan novel yang aku lupa judul dan pengarangnya. Novel itu ditulis seorang berkebangsaan Amerika Serikat. Diceritakan seorang wanita yang memiliki karir bagus akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja dan fokus mengurus anaknya yang penyandang autisme. Kehidupannya dijalani dengan kesungguhan untuk putra tercintanya.

Akhir cerita pembaca mendapat pesan moral, bahwa kita hidup untuk sesuatu yang bernilai untuk diperjuangkan. Intensitasnya yang utama bukan kuantitasnya.

Aku menjalani kehidupanku dengan masa kanak-kanak yang sarat bermain. Masa remaja menggesernya ke yang utama adalah belajar. Masa dewasa muda mencari pekerjaan yang benar-benar sesuai.

Setelah mendapat pekerjaan yang mantap, aku menikah, punya anak dan sibuk bekerja dan membesarkan anak. Menjelang pensiun, aku menyiapkan rumah masa depan, menyelesaikan urusan pendidikan anak-anak, mengunjungi tanah suci dan menyiapkan tabungan yang cukup. Ya, hidupku begitu simpel!

Pernah aku demikian ruwet memahami beberapa episode hidupku. Banyak analisa yang kulakukan. Tetapi kemudian aku berkesimpulan semua itu adalah hal biasa-biasa saja. Lumrah terjadi dalam kehidupan anak manusia.

Pernah aku demikian terganggu dengan cinta yang kandas. Bertahun-tahun menjadi pemikiranku. Sampai akhirnya aku yakin bahwa jodoh adalah takdir semata. Demikian simpel kesimpulannya. Tetapi kadang-kadang orang terjebak dalam pemikiran yang tidak sederhana. Berusaha menganalisa dan sering seperti tidak berujung.

Ada juga aku demikian terganggu dengan lambatnya aku mendapatkan pekerjaan yang mantap yaitu lima tahun. Setelah aku amati kisah banyak orang lain, masa pencarianku itu tidaklah terlalu panjang.

Pak Prabowo pernah berkata bahwa dia butuh waktu 25 tahun berusaha untuk jadi presiden. Nah!

Memang tidak terlalu besar cita-citaku, tak setinggi Pak Prabowo. Namun aku melewati tahap-tahap kehidupanku dengan semestinya.

*

“Berpikirlah simple!” kata psikolog padaku pada suatu sesi coaching Aku disarankan lebih lanjut untuk berbicara dengan anak kecil.

Berpikir njelimet itu memang menjadi kebiasaanku sejak aku bekerja sebagai peneliti pengembangan formula obat-obatan selama sekitar 70% masa kerjaku. Pada pertengahan karirku, aku dipersiapkan menjadi pimpinan.

Dengan berpikir simpel, membuat sesuatu terlihat lebih sederhana. Aku suka berbicara dengan putriku bila ada persoalan yang kuhadapi. Potensi berpikir simpel masih ada dalam anak muda, dan aku mengadopsinya.

*

Ketika aku telah pensiun, aku menghadapi perubahan kehidupan, dari aktif bekerja menjadi orang pensiunan. Aku hadapi dengan menyibukkan diri yang bermuatan fisik dan emosi yang cukup.

Aku menekuni hobby berkebun. Setahun kemudian aku menjadi penulis. Ini bermula dengan datangnya kesempatan belajar menulis secara online. Ini ternyata membuahkan hasil.

Aku berhasil membuat beberapa buku sastra berupa cerpen, novel, puisi dan essay. Beberapa di antaranya diterbitkan dalam bentuk buku dan terbit di koran online.

Jadi hidup ini simpel saja. Jalani saja mengikuti arusnya. Pada waktunya akan bermuara pada sesuatu yang baik, asal tidak tinggal diam.

*

Kini aku melihat bahwa kebutuhan itu bisa demikian sederhana, bahkan sebatas makan dan tempat tinggal.  Selama masih hidup, rezeki dijamin Allah. Kita bisa mengembangkan makna hidup ke hal lebih tinggi seperti menghasilkan karya yang bermanfaat buat orang banyak sampai  memaknai kehidupan dengan landasan spiritual yang semakin mendalam.

Jadi berpikirlah simple! Ya, hadapi saja yang di depan mata, persoalan dunia ini, dengan  visi yang jauh ke depan, sampai ke keselamatan kehidupan dunia dan akhirat.@

Tag: