BMKG Jelaskan Soal Gempa Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang Tinggal Menunggu Waktu

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG
Daryono (HO-BMKG)

JAKARTA.NIAGA.ASIA — Pembahasan mengenai potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukanlah hal baru, dan dibahas sudah lama. Bahkan sudah ada sejak sebelum terjadi Gempa dan Tsunami Aceh 2004 lalu.

Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (early warning), yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar

“Kita hanya mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu,” kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dilansir laman BMKG, Senin 19 Agustus 2024.

Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang.

Menariknya, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 lalu, mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai.

“Peristiwa semacam ini menjadi merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut,” ujar Daryono.

Sejarah mencatat, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun), sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun).

‘”Artinya kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kita jauh Lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya,” sebut Daryono.

Terkait rilis gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut “tinggal menunggu waktu” yang disampaikan BMKG sebelumnya, dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar.

“Tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat. Dikatakan tinggal menunggu waktu disebabkan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua. Sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi,” terang Daryono.

Dipahami bersama, lanjut Daryono, bahwa hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa. Baik itu waktu kejadian, lokasi kejadian, dan juga kekuatan gempa. Dengan begitu, lanjut Daryono, semua pihak tidak alan tahu waktu akan terjadi gempa, meskipun mengetahui potensinya.

“Sekali lagi, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini, sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini. Sehingga jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat,” jelas Daryono.

Untuk itu, lanjut Daryono, masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG katanya selalu siap memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat.

Sumber: Humas BMKG | Editor: Saud Rosadi

Tag: