Bubur Peca Tidak Hanya Disajikan pada Saat Ramadan

Dua narasumber Barlin Hady Kesuma (kiri) dan Ishak Ismail (kanan) pada Bincang-bincang Sejarah Makanan Tradisional Bubur Peca, di Rumah Adat Bakuda, Samarinda, Jumat 31 Mei 2024 (niaga.asia/Hamdani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Kuliner tradisional Bubur Peca ke depannya tidak hanya disajikan dan dinikmati pada saat berbuka puasa Ramadan di Masjid Shiratal Mustaqiem, Samarinda Seberang, tapi juga di hari-hari biasa.

Demikian Pengurus Masjid Shiratal Mustaqiem Ishak Ismail saat menjadi narasumber ‘Bincang-bincang Sejarah Makanan Tradisional ‘Bubur Peca’ khas Ramadan’ di Masjid Shitaratal Mustaqiem Samarinda Seberang, di Rumah Budaya Banjar Kutai Dayak (Bakuda), Samarinda, Jumat 31 Mei 2024.

Diakuinya, selama ini Bubur Peca hanya disajikan saat berbuka puasa di Masjid Shiratal Mustaqiem.

“Setiap harinya 300 porsi Bubur Peca disajikan selama bulan Ramadan,” ujarnya.

Ishak menyebut popularitas Bubur Peca sudah menasional melalui tayangan TV swasta nasional.

Terkait dengan adanya saran agar Bubur Peca disajikan pada hari-hari biasa bahkan diperjualbelikan, Ishak Ismail menyatakan persetujuan.

“Resep Bubur Peca sudah kami sampaikan secara terbuka. Silakan kalau ada yang mau membuat bubur tersebut. Bahkan kalau ada sekolah yang melombakan pembuatan Bubur Peca, kami bersedia menjadi juri, seperti yang diminta peserta tadi,” ucapnya, ketika menanggapi pertanyaan dan masukan dari peserta bincang-bincang itu.

Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Samarinda Barlin Hady Kesuma, mengatakan pelestarian Bubur Peca ini sangat penting, agar generasi muda tidak lupa dengan kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia.

Para peserta bincang-bincang makanan tradisional Bubur Peca dari beberapa sekolah di Samarinda (niaga.asia/Hamdani)

“Selama ini anak-anak muda lebih kenal dan menikmati makanan-makanan dari Jepang, Korea dan Eropa. Padahal makanan atau kuliner Indonesia sebagai kearifan lokal, seperti Bubur Peca tidak kalah nikmatnya,” ujar Barlin.

Bahkan makanan seperti Bubur Peca ini, ungkapnya mempunyai nilai historis dan religi.

Bubur Peca itu usianya sudah ratusan tahun dan disajikan pada saat berbuka puasa. Itulah kelebihan dari Bubur Peca,” tambah Barlin.

Menyinggung tentang upaya pelestarian Bubur Peca sebagai warisan budaya tak benda, Barlin bilang pihaknya akan menyusun buku tentang Bubur Peca.

“Bulan Juli nanti kita akan mengadakan Culture Week khusus Bubur Peca. Kegiatan itu menyajikan tentang Bubur Peca dalam kemasan seni. Ada musikalisasi puisi, baca puisi, teater, musik, lagu dan seni lainnya. Semua bertema Bubur Peca,” urainya dalam bincang-bincang yang dipandu Theo Nugraha.

Seperti diketahui, Bubur Peca sudah dikenal sejak tahun 60-an, oleh H Salehuddin Pemma (pengurus Masjid Shiratal Mustaqiem), di mana makanan itu dijadikan sebagai menu berbuka puasa bulan Ramadan di Masjid Shiratal Mustaqiem, Samarinda Seberang.

Resep Bubur Peca diwariskan secara turun temurun sejak Hj Salma (almarhumah/ibu), Hj Hamidah (almarhumah/anak), Masniah (almarhumah/anak), Jawaria (almarhumah/cucu) dan Mardiana (cucu).

Bubur Peca itu sendiri berbahan beras, santan, ayam suwir, bawang merah, bawang putih, jahe, kayu manis, garam, penyedap rasa, kunyit, telur, ikan tongkol dan udang.

Penulis: Hamdani | Editor: Saud Rosadi

Tag: