Cerpen Karya: Efrinaldi
Hari itu adalah kesempatan kedua kali komunitasku mengadakan acara “family gathering” di suatu home-stay di Lembah Harau. Dulu aku pergi bersama putraku dan istriku.
Saat itu aku bergantian mengawasi putraku, Faiz yang autis agar tidak pergi kabur dari lokasi home-stay sebab, risiko pergi jauh-jauh dan kemungkinan tidak kembali itu masih dikhawatirkan.
Acara diikuti hanya oleh lima keluarga yang mengisi masing-masing satu kamar. Aku memesankan pada pekerja home-stay agar memperhatikan Faiz kalau-kalau sampai ke luar lokasi.
Semua peserta telah saling mengenal dan mereka paham benar dengan Faiz. Itulah sebabnya aku mulai membebaskan diri dari kekhawatiran akan kaburnya Faiz dari lokasi sebab banyak yang mengawasinya.
Hari kedua di waktu pagi sebelum acara bersama dimulai, aku dan Faiz ngobrol-ngobrol dengan pekerja home-stay. Namanya Gozali dan Daud. Ternyata mereka adalah bersaudara sepupu. Gozali adalah pekerja tetap home-stay yang bertugas secara keseluruhan menjaga home-stay serta merawatnya.
Dia juga menjadi ujung tombak pelayanan home-saty. Pembayaran dan negosiasi sewa home-stay masih dipegang pemilik home-stay.
Namun ada pelayanan tambahan yang bisa diatur sendiri oleh Gozali seperti menyediakan makan pagi, pengaturan meja prasmanan makan bersama serta pelayanan pembuatan minuman.
Biasanya untuk pekerjaan tambahan ini dia meminta Daud yang mengurusi. Daud mendapat penghasilan dari tip yang diberikan tamu akan pelayanan tambahan ini. Sementara Daud mendapat gaji tetap dari pemilik home-stay.
Ketika aku tanya berapa gajinya, Daud berkilah. Namun tips yang diberikan tamu buat Gozali biasanya berkisar Rp100-200 ribu untuk sehari semalam tergantung pelayanan yang diminta pelanggan.
Ketika kutanya apakah Daud sudah menikah, dia katakan kalau belum menikah. Ketika aku tanya kenapa belum menikah, dijawabnya bahwa belum siap. Aku tak bertanya lebih jauh lagi.
Sementara Gozali juga belum menikah. Mungkin lebih belum siap dibandingkan Daud yang sudah pekerja tetap. Gozali harus bekerja di berbagai tempat kalau tidak ada tamu yang membutuhkan pelayanan tambahan di home-stay itu. Dengan demikian pendapatannya lebih tidak pasti.
Namun aku melihat bahwa Gozali dan Daud lebih beruntung dibandingkan Faiz yang sampai saat ini masih belum mandiri. Untuk berada di keramaian saja, Faiz harus dalam pengawasan kami. Sementara Gozali dan Daud bisa mandiri bahkan bisa mencari uang sendiri.
Sampai sejauh ini, Faiz adalah anak manis manja di lingkungan keluarga. Dia menjadi penyemarak rumah. Dia berkontribusi dalam pekerjaan rumah tangga seperti mencuci pakaian, menyapu rumah dan mencuci piring. Faiz sebenarnya telah pernah sekolah tata boga. Namun, belum terlatih bekerja sendiri, selalu didampingi untuk memasak.
Aku pun mulai fokus menjadikan Faiz bekerja di rumah. Mungkin keterampilannya memasak perlu dilatih agi minimal untuk memasak buat semua penghuni rumah. Kalau ini berhasil, aku berencana menitipkan Faiz menjadi juru masak di home-stay milik keluargaku, dan Faiz tinggal di sana.
Namun, Sepertinya masih jauh dapat terealisasi, Faiz masih perlu banyak dilatih untuk mulai bisa mengurus diri sendiri, mulai urusan mandi, salat, ketertiban di rumah dan bisa tinggal jauh dari kami juga mempermahir lagi keterampilannya memasak.
Setelah makan siang, acara “family gathering” usai. Aku dan Faiz pulang ke rumah. Sesampai di rumah kukabarkan pada istriku bahwa Faiz ada kemajuan, tak perlu terlalu diawasi asal kita yakin semua orang di rumah itu mengawasi Faiz secara bersama-sama.
“Alhamdulillah, Uda,” ucap istriku.
“Iya, inilah masalah kita selama ini. Setiap Faiz diajak keluar rumah selalu kita memastikan Faiz selalu dalam pengawasan kita,” jelasku.
Istriku terlihat membesar matanya. Dia terlihat sangat gembira mendengar kabar ini.
Aku pun semakin yakin, bahwa Faiz semakin hari semakin membaik kondisinya setelah kami tinggal di kampung. Kini kami membiarkan Faiz bermain di halaman rumah dan tidak terlalu khawatir Faiz ke luar halaman rumah dan hilang di kampung sebab, orang sekampung mengenal Faiz.
Lain ketika kami tinggal di Kota Bandung, Faiz tak bisa kami biarkan di luar pagar rumah, kecuali bersama kami. Pernah Faiz menghilang dari rumah, tetapi beberapa waktu kemudian kembali ke rumah.
Melihat perkembangan ini, aku sangat bersyukur. Mudah-mudahan suatu saat Faiz bisa bekerja sebagai juru masak di home stay milik keluarga.@
Tag: CerpenEfrinaldi