SAMARINDA.NIAGA.ASIA– Penyerapan pekerja oleh IMK (Industri Mikro dan Kecil) mencapai 53.981 orang, dimana 50,48 persen diantaranya merupakan pekerja laki-laki. Pekerja perempuan lebih banyak terserap di Industri Makanan, Industri Pakaian Jadi, dan Industri Minuman.
Demikian dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berdasarkan berdasarkan hasil Survei IMK (Industri Mikro dan Kecil) Tahun 2020.
Menurut Kepala BPS Kaltim, DR Yusniar Juliana, ketiga kelompok industri tersebut banyak menyerap pekerja perempuan karena produksinya bisa dilakukan sebagai kegiatan sampingan dari kegiatan mengurus rumah tangga.
“Perempuan biasanya diasosiasikan dengan pekerjaan domestik di dalam rumah tangga, sedangkan laki-laki diasosiasikan dengan tugas sebagai pencari nafkah utama,” ujarnya.
Jika dilihat dari usia pekerja, sebanyak 51.741 orang (95,85 persen) merupakan pekerja usia produktif yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun, dan sisanya dilakukan oleh pekerja anak (kurang dari 15 tahun) dan pekerja lanjut usia (65 tahun ke atas), masing-masing sebanyak 195 orang (0,36 persen) dan 2.045 orang (3,79 persen).
Serapan pekerja terbesar masih di Industri Makanan, hampir separuh pekerja anak dan lanjut usia yang bekerja ikut serta dalam mengelola industri makanan yaitu sebesar 1.103 orang. Hal ini dimungkinkan terjadi karena tidak diperlukan keterampilan khusus dalam mengolah makanan sehingga relatif mudah dilakukan oleh pekerja anak dan lanjut usia.
“Selain banyak terserap di Industri Makanan , sebanyak 212 orang pekerja lanjut usia dan anak juga banyak mengelola Industri Minuman. Anak yang bekerja di usaha IMK banyak terdapat di Kota Bontang (28,72 persen), sementara jumlah lanjut usia yang bekerja terbesar di Kabupaten Kutai Kartanegara (35,94 persen), Kota Balikpapan (23,96 persen), dan Kota Samarinda (14,28 persen),” kata Yusniar.
Pendidikan merupakan sebuah investasi yang akan mendorong produktivitas pekerja. Dilihat dari tingkat pendidikan, sebagian besar pekerja (54,72 persen) merupakan lulusan SMP ke bawah.Hal ini menunjukkan bahwa IMK menjadi kegiatan yang menyerap banyak pekerja dari kalangan manapun, bahkan mereka yang berpendidikan rendah.
BPS juga mencatat pekerja lulusan SMP ke bawah banyak terserap pada Industri Makanan sebanyak 14.707 orang atau 49,79 persen dan Industri Barang Galian Bukan Logam sebanyak 3.068 orang atau 10,39 persen.
Sedikit berbeda dengan pekerja yang berpendidikan SMA ke atas, pekerja banyak terserap di Industri Makan sebanyak 11.482 orang atau 46,97 persen dan 3.928 orang atau sebanyak 16,07 persen pada Industri Minuman.
“Seperti halnya sebaran jumlah usaha, distribusi pekerja menggambarkan hal yang hampir serupa. Wilayah kota menjadi tempat mata pencaharian hampir separuh dari total pekerja IMK di Provinsi Kaltim, sedangkan jumlah pekerja IMK di beberapa kabupaten kurang dari 5 ribu orang, kecuali Kabupaten Kutai Kartanegara yang memiliki Jumlah pekerja sekitar 12 ribu,”ungkap Yusniar.
Pekerja IMK yang merupakan pekerja dibayar hanya sebanyak 30,44 persen atau 16.433 orang, selebihnya merupakan pekerja tidak dibayar. Pekerja tak dibayar ini biasanya merupakan pemilik atau pengusaha itu sendiri dan pekerja keluarga lainnya.
Pekerja perempuan lebih banyak menjadi pekerja yang tidak dibayar dibandingkan laki-laki. Hal ini terlihat dari jumlah pekerja perempuan tidak dibayar sebesar 55,99 persen, sementara pekerja laki-laki yang tidak dibayar sebesar 44,01 persen.
BPS juga melaporkan, kelompok industri dengan persentase pekerja dibayar lebih besar dibandingkan pekerja tidak dibayar (lebih dari 10 persen) yaitu Industri Barang Logam, bukan Mesin & Peralatannya dan Industri Furnitur (KBLI 31). Sementara beberapa kelompok industri dengan pekerja tidak dibayar yang relatif besar (lebih dari 80 persen) yaitu Industri Makanan, Industri Minuman dan Industri Pakaian Jadi.
Balas jasa yang diberikan oleh usaha IMK kepada pekerja yang dibayar sebagian besar bernilai kurang dari 10 ribu rupiah per jam yaitu sebanyak 2.248 usaha/perusahaan (40,81 persen),” kata Yusniar.
Sementara itu, usaha /perusahaan IMK dengan balas jasa antara 10 ribu rupiah dan sampai 19 ribu rupiah per jam mencapai 2.245 usaha/perusahaan (40,76 persen) dan usaha /perusahaan IMK dengan balas jasa lebih dari 20 ribu rupiah per jam sebanyak 1.015 usaha/perusahaan (18,43 persen).
Kelompok industri yang 50 persen atau lebih memberikan balas jasa antara 10 ribu rupiah dan di bawah 20 ribu rupiah per jam kepada pekerjanya yaitu Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik dan Industri Mesin dan Perlengkapatn YTDL.
Sedangkan Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik dan Industri Mesin dan Perlengkapan (KBLI 28) adalah kelompok industri yang 50 persen atau lebih bisa memberikan balas jasa dengan nilai 20 ribu rupiah atau lebih per jamnya.
Nilai pengeluaran balas jasa pekerja IMK menurut kabupaten/kota terbesar di Kota Samarinda yaitu sekitar 110 milyar rupiah (26,18 persen) dari total pengeluaran untuk balas jasa pekerja. Proporsi balas jasa pekerja di Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 21,83 persen, disusul oleh Kota Balikpapan sebesar 17,71 persen, dan Kabupaten Kutai Timur sebesar 10,14 persen.
“Sementara proporsi wilayah lainnya tidak lebih dari 8 persen dimana proporsi balas jasa terendah terdapat di Kabupaten Mahakam Hulu sebesar 0,10 persen, Kabupaten Kutai Barat sebesar 2,14 persen dan Kabupaten Paser sebesar 3,60 persen,” pungkas Yusniar.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan | ADV Diskominfo Kaltim