Kajati Kaltim: KUHAP Perlu Diperbarui Agar Mampu Menjawab Tantangan Zaman

Kajati Kaltim Iman Wijaya menjadi  keynote speech di acara seminar “RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Masa Depan Penegakan Hukum di Indonesia” di Universitas Mulawarman (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Fakultas Hukum Universitas Mulawarman menggelar seminar bertajuk “RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Masa Depan Penegakan Hukum di Indonesia”, Rabu (16/4), di Gedung Serbaguna Lantai IV Rektorat Unmul.

Seminar tersebut menghadirkan sejumlah narasumber penting dari kalangan akademisi, praktisi, hingga lembaga penegak hukum, termasuk Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kajati Kaltim) Iman Wijaya, yang hadir sebagai keynote speech.

Seminar ini juga menghadirkan sejumlah narasumber seperti Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiyono Suwandi, mantan Wali Kota Samarinda Syaharie Ja’ang, Wakil Ketua DPD PERADI SAI Kaltim Sastiono Kesek dan Dosen FH Unmul, Ivan Zairani Lisi, serta dimoderatori oleh Ulil Amri.

Iman Wijaya menyatakan kehormatan dan kebanggaannya dapat hadir dalam forum akademik tersebut, yang dinilainya memiliki tujuan baik untuk memperkuat masa depan penegakan hukum di Indonesia.

“Seminar ini sangat penting karena kita sedang berada pada momentum krusial reformasi hukum acara pidana Indonesia. KUHAP yang telah menjadi pedoman selama lebih dari 40 tahun perlu diperbarui agar mampu menjawab tantangan zaman,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa pembaruan hukum acara pidana merupakan konsekuensi yuridis dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mulai efektif berlaku pada Januari 2026 mendatang.

Kajati Kaltim Iman Wijaya bersama pembicara lainnya di Seminar FH Unmul, bahas “RUU Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Masa Depan Penegakan Hukum di Indonesia” yakni Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiyono Suwandi, mantan Wali Kota Samarinda Syaharie Ja’ang, Wakil Ketua DPD PERADI SAI Kaltim Sastiono Kesek dan Dosen FH Unmul, Ivan Zairani Lisi, serta dimoderatori oleh Ulil Amri. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Iman Wijaya menggarisbawahi tiga gagasan utama yang menurutnya harus menjadi perhatian dalam pembahasan RUU KUHAP dalam forum ini.

Pertama, pentingnya penguatan koordinasi dan harmonisasi kewenangan antar lembaga penegak hukum. Iman menegaskan bahwa sistem peradilan pidana modern menuntut check and balance yang proporsional antara kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, serta institusi terkait lainnya.

Kedua, perlunya pengaturan yang lebih rinci tentang perlindungan hak-hak tersangka, saksi, dan korban. RUU KUHAP kata Iman, membawa paradigma baru dalam melindungi hak-hak fundamental semua pihak.

“Ini mencerminkan komitmen kita terhadap prinsip due process of law, sesuai amanat konstitusi. Saya harap Hukum acara pidana yang baru bisa memberikan aturan jelas dan tegas tentang perlindungan hak sekaligus cara untuk memastikan terpenuhinya hak tersebut,” jelasnya.

Ketiga, menurut Iman, hukum acara pidana yang baru juga harus memberi ruang pada penerapan keadilan restoratif. Ia menyebut keadilan restoratif bukan sekadar alternatif penyelesaian perkara, tapi paradigma baru yang menekankan pemulihan keseimbangan sosial ketimbang pembalasan semata.

“Ada lima tantangan utama dalam pembaruan hukum acara pidana, yaitu harmonisasi kewenangan antar lembaga, implementasi keadilan restoratif, penguatan pengawasan dan akuntabilitas kinerja antar aparat penegak hukum, adaptasi teknologi, serta perlindungan hak masyarakat,” kata Iman Wijaya.

Ia menutup dengan ajakan kepada seluruh peserta untuk aktif berdiskusi dan memberi masukan. Sebab, masukan dan pandangan kritis itu sangat berharga dan memperkaya substansi RUU KUHAP.

“Pembaruan KUHAP adalah momentum transformasi menuju sistem peradilan pidana yang lebih modern, efektif, dan berkeadilan,” pungkasnya.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan

Tag: