SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pemerintah pusat dan Kementerian Transmigrasi perlu memahami bahwa Kalimantan Timur (Kaltim) tidak bisa lagi menjadi daerah tujuan transmigrasi, atau daerah penempatan transmigaran seperti tahun 1970-1980-an sebab, secara psikososial maupun ketersediaan lahan sudah tidak sama lagi.
Demikian disampaikan anggota DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu menjawab Niaga.Asia, Selasa (29/10/2024).
Pada era 1970-an dan 1980-an, masyarakat Kaltim masih dapat menerima penempatan transmigran, tapi lama-malam kelamaan menimbulkan kecemburuan sosial. Puncaknya setelah era reformasi timbul penolakan terhadap penempatan transmigran. Masyarakat tidak bisa lagi menerima.
Dampak dari adanya penolakan tersebut hingga kini belum terselesaikan, warga trans di Kutai Barat belum menerima hak-haknya atas tanah sebagai dijanjikan pemerintah pusat.
“Jadi lebih baik pemerintah pusat tidak berpikir dulu atau membuat rencana menempatkan transmigran di Kaltim, karena akan menimbulkan masalah sosial,” tegas Baharuddin Demmu, yang berasal dari Dapil Kutai Kartanegara ini.
Politisi PAN ini juga mengingatkan pemerintah pusat maupun menteri transmigrasi, lahan yang tersedia untuk ditempati transmigran di Kaltim tidak sama lagi dengan tahun 1980-an, dimana masih banyak lahan kosong, lahan negara yang belum dikuasai masyarakat, tapi sekarang tidak ada lagi tanah negara bebas.
“Tanah negara bebas sudah habis. Untuk pekerbunan sawit saja sudah terpakai 1,2 juta hektar lebih untuk perkebunan kelapa sawit,” ujar Baharuddin Demmu.
Ia berharap program Kementerian Transmigrasi diprioritaskan untuk penataan ulang lahan yang ada sebab, sudah berubah menjadi lahan tak produkstif setelah ditambang batubaranya.
“Kementerian Transmigrasi bisa merevitalisasi lahan transmigran tersebut dan mendesaian ulang pemanfataannya,” ucap Baharuddin Demu.
Baharuddin Demmu yang mantan kepala desa ini juga menyampaikan, tidak semua warga transmigran beruntung dan ekonominya tambah baik setelah ditempatkan di Kaltim tahun 1980-an, masih banyak yang ekonominya pas-pasan.
“Mungkin mereka bisa dibantu dengan program baru nantinya dengan menyusun program yang sesuai dengan kondisi saat in,” sarannya.
Intinya, kata Baharuddin Demmmu, Kementerian Transmigrasi lebih baik menuntaskan masalah lahan yang ada dan dicadangkan dulu untuk pengembangan transmigran, karena lahan tersebut sudah tumpang tindih dengan permukiman penduduk, sudah digunakan pemerintah daerah untuk berbagai kepentingan publik, dan dalam RTRW kabupaten/kota peruntukannya bukan lagi untuk transmigran.
“Jika lahan yang dulu dicadangkan untuk pengembangan transmigran dan dipertahankan untuk transmigran, akan menimbulkan konflik pertanahan. Ini perlu dihindari,” pungkasnya.
Baharuddin Demmu juga mengaku heran, tidak ada instansi pemerintah yang mengetahui batas wilayah yang dicadangkan dulu untuk pengembangan transmigran, tapi di atas peta digital, hanya BPN yang mengetahui.
“Saya sendiri juga tidak paham, mengapa lahan pengembangan transmigran Embalut, Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara sampai masuk ke wilayah adminitratif kota Samarinda,” pungkasnya.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan | ADV DPRD Kaltim
Tag: Transmigrasi