TENGGARONG.NIAGA.ASIA — Keluarga almarhum Serda M Herdi Fitriansyah, meminta TNI transparan terkait sebab meninggalnya almarhum, Jumat 14 April 2023 lalu. Sebelumnya, Serda Herdi meninggal disebut akibat gantung diri. Namun pernyataan itu janggal lantaran ditemukan memar pada jenazah korban.
Serda Herdi, prajurit Yonarhanud di Makassar dinyatakan meninggal dunia pada Jumat 14 April 2023. Jenazahnya dikirim ke keluarga melalui Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, Balikpapan, sehari kemudian.
Jenazah diminta personel Yonarhanud untuk dijemput menggunakan ambulan dari Desa Perjiwa, Tenggarong Seberang. Tidak ada surat tugas apapun pada personel TNI AD saat itu yang membawa jenazah Serda Herdi. Jenazah akhirnya dimakamkan hari Minggu 16 April 2023.
Bagi keluarga, kematian Serda Herdi masih menyimpan tanda tanya besar. Personel TNI yang membawa jenazah Serda Herdi bilang tidak ada luka apapun pada jenazah.
“Personel dari TNI yang membawa jenazah saat itu menyatakan saya jadi saksi, tidak ada luka lebam, cacat sedikitpun. Itu pengakuan dari yang mengantar jenazah almarhum,” kata Muhibin Ali, 47 tahun, salah satu perwakilan keluarga, saat konferensi pers di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Senin 1 Mei 2023.
BACA JUGA :
Tiba di Kukar, Jenazah Prajurit Yonarhanud 16 Makassar Diduga Tewas Dianiaya
Konferensi pers juga dihadiri orangtua almarhum Serda Herdi, ayah kandung Hatta Ardiansyah 59 tahun, serta ibu kandung almarhum Erli, 51 tahun.
Namun demikian, saat proses memandikan jenazah Serda Herdi, ditemukan keganjilan seperti luka lebam di beberapa bagian tubuh, paha dan kaki.
“Kami menduga ada semacam tindakan kekerasan terhadap almarhum yang mengakibatkan almarhum meninggal dunia. Sehingga kami dari keluarga mempertanyakan almarhum bunuh diri atau dibunuh, gantung diri atau digantung? Kita minta kejelasan,” ujar Muhibin Ali.
“Kami minta aparat, yang menangani kasus ini, kami belum paham. Kita minta ditangani terbuka, bagaimana kronologi sebenarnya. Biar kami dari keluarga, ada ketenangan,” Muhibin Ali menambahkan.
Juli Arianto, Kuasa Hukum Keluarga Almarhum bilang, dia sudah bersurat ke Kodam XIV Hasanuddin di Makassar pada 28 April 2023, meminta agar penanganan kasus kematian Serda Herdi dilakukan transparan.
“Semakin diam, semakin banyak pertanyaan keluarga korban. Kami juga sudah surati Denpom Makassar, supaya keluarga mengetahui apakah korban ini dibunuh, atau gantung diri,” kata Juli Arianto.
Dari autopsi yang dilakukan di RS Bhayangkara di Makassar, keluarga juga meminta agar hasilnya segera diketahui keluarga agar tidak muncul dugaan-dugaan sebab kematian korban.
“Kami yakin RS Bhayangkara transparan. Kalau hasilnya dinyatakan tidak ada pembunuhan, langkah selanjutnya keluarga meminta dilakukan autopsi ulang,” Juli Arianto menegaskan.
Di pemberitaan, Denpom Makassar telah menetapkan tiga tersangka diduga terkait kasus meninggalnya Serda Herdi. Namun demikian keluarga sampai saat ini juga tidak mengetahui pasal yang dikenakan terhadap ketiga tersangka berikut motifnya.
“Kami meminta Bapak Presiden Joko Widodo, Panglima TNI hingga Kasad, mengumumkan kasus yang menjerat ketiga tersangka berikut motifnya. Karena keluarga sampai sekarang tidak tahu motifnya,” jelas Juli Arianto.
“Kodam XIV Hasanuddin atau Denpom Makassar, segera rilis ke publik, keriga tersangka itu dikenakan pasal apa dan motifnya,” ungkap Juli Arianto.
Perihal permintaan ambulan dari keluarga, juga menjadi pertanyaan besar keluarga. Mengingat, almarhum adalah prajurit TNI aktif.
“Kami sempat ke Denpom Mulawarman (di Balikpapan). Tidak ada ambulan dari militer karena Denpom tidak dapat tembusan. Tahu-ragu jenazah ada di Balikpapan. Jadi menurut kami, meninggalnya almarhum terkesan ditutup-tutupi. Kami akan ke Makassar memperjelas soal ini,” jelas Juli Arianto.
Bantahan Soal Izin Autopsi
Ada keganjilan berikutnya terkait autopsi jenazah Serda M Herdi Fitriansyah. Keluarga membantah memberikan izin kepada pihak Yonarhanud untuk mengautopsi jenazah di RS Bhayangkara.
Lazimnya, autopsi tidak akan dilakukan tanpa izin surat tertulis dari pihak keluarga.
“Pemberitahuan autopsi hanya melalui komunikasi di WhatsApp Messenger. Keluarga hanya menyetujui soal autopsi. Tapi tidak ada persetujuan soal waktu dan tempat autopsi. Tidak ada izin tertulis,” kata Muhibin Ali.
Dalam kesempatan itu, Muhibin Ali juga memperlihatkan foto-foto kondisi memar pada tubuh jenazah Serda Herdi, berikut dengan percakapan WhatsApp kepada keluarganya dua hari sebelum dia meninggal dunia.
“Hancur aku di sini, biar bagaimana caranya agar bisa keluar dari sini. Tidak bakalan nyaman dibantai dari jam 10 malam sampai jam 4 subuh,” ujar Muhibin Ali membacakan salah satu isi percakapan WhatsApp kepada kakaknya.
“Ini menguatkan dugaan kami almarhum meninggal tidak wajar, diduga dianiaya. Kemana lagi kami meminta keadilan?” demikian Muhibin Ali.
Dalam kesempatan itu, Muhibin Ali juga menyampaikan terima kasih kepada jajaran Kodim 0906/Kutai Kartanegara yang mengawal dengan baik pemakaman Serda M Herdi Fitriansyah secara militer.
Penulis : Saud Rosadi | Editor : Saud Rosadi
Tag: Kutai KartanegaraPenganiayaanPeristiwaPuspen TNITNITNI AD