Cerpen Karya : Efrinaldi
Pagi itu aku ke halaman rumah. Kulihat tanaman hias di sebelah Barat ada yang kena ulat. Aku masuk ke dalam rumah. Kuambil gunting rumput. Kupotong daun yang kena ulat.
Selesai memangkas, aku masukkan ke dalam gerobak dorong. Aku mendorong gerobak dorong ke tempat pembuangan sampah keluarga di belakang rumah.
Aku melewati samping rumah sebelah Timur, selepas itu melewati rumah Rosma. Kulihat Rosma menjemur padi, dan pinang.
“Sudah panen padi rupanya.”, sapaku.
“Iya, Kak. Kan hampir berbarengan panen di Padang Kandi ini. Kak Mul kan juga sudah panen”, jawab Rosma.
“Ada pinang juga rupanya. Di mana kebun pinangnya?,” tanyaku.
“Di kebun keluarga ayahnya anak-anak,” jawab Rosma.
Aku mendorong gerobak melintasi halaman rumah Rosma. Setelah melewati beberapa meter sampailah di tanah keluarga kami. Di sana tempat pembuangan akhir sampah keluarga kami. Isi gerobak ditumpahkan ke tumpukan sampah. Aku berbalik membawa gerobak melewati jalan cukup lebar untuk dilewati mobil dan sampai kembali ke rumah Rosma.
Aku berhenti sejenak. Kutanya Rosma tentang tempat pembuangan sampahnya. Dikatakannya bahwa ada di samping rumahnya.
“Bila cukup banyak, sampah kami bakar.” kata Rosma.
Aku manggut-manggut.
Aku menoleh ke pisang yang ditanam di belakang rumah kami. Terlihat jantung pisangnya ada dua yang belum dipotong. Aku mengambil parang dari gerobakku dan memotong jantung pisang. Hanya satu jantung pisang yang terpotong.
Sementara satu lagi tidak terjangkau olehku.
Aku katakan pada Rosma apakah dia punya sabit panjang. Dikatakan bahwa dia tidak punya.
Aku terus melaju ke arah depan rumah kami. Gerobak aku parkir di halaman sebelah Barat.
Aku masuk rumah untuk mengambil sabit bertangkai panjang. Aku kembali ke kebun belakang rumah kami. Dengan sabit tangkai panjang itu, jantung pisang dapat kupotong.
Kubawa jantung pisang itu. Kutanyakan pada Rosma apakah jantung pisang itu bisa dimakan. Rosma bilang kalau jenis pisang itu rasanya pahit dan tidak biasa dimasak orang buat sayur. Aku akhirnya membuang saja jantung pisang itu di kebun.
Rosma kemudian bilang, “Kak, sebaiknya dibuang sebagian anak pisang di rumpun yang besar itu. Kulihat terlalu banyak pohonnya dalam serumpun itu.”
“Oh ya, ada juga yang bilang begitu ketika melihat foto rumpun pisangku di kebun.” Jelasku.
“Pilih sajalah 4-5 pohon yang unggul, sisanya ditebang saja,” kata Rosma.
“Oh, ya. Terima kasih atas sarannya,” kataku sambil tersenyum.
Aku kembali ke depan rumah. Kulihat istriku menjemur kakao di depan rumah. Faiz terlihat main di halaman rumah. Ada ide bagiku agar Faiz punya kegiatan positif di rumah.
Aku minta Faiz menyapu daun cengkeh di depan rumah dan memasukkan ke dalam gerobak sampah.
Faiz mengambil pengki dan sapu. Daun dikumpulkan dengan pengki dan memasukkan ke dalam gerobak. Beberapa menit pekerjaan itu selesai dikerjakan Faiz.
Aku mencuci tangan di kran di samping Barat rumah kami. Kemudian masuk ke rumah. Dalam rumah aku duduk di meja kerjaku.
Aku duduk-duduk sebentar. Kemudian mulailah aku menulis cerpen.
Ya, cerpen ini!
Tag: Cerpen