SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Menata perilaku air dapat dibagi dalam beberapa upaya yang telah dilakukan misalnya membangun tampungan-tampungan air seperti waduk, embung, kolam retensi, sumur resapan, dan lain sebagainya.
Kemudian, juga meningkatkan kapasitas tampungan sungai seperti tanggul banjir dan normalisasi atau pengerukan. Lalu ada pembagian air di sungai yang dikenal dengan istilah kanal, membangun infrastruktur yang mampu meningkatkan kecepatan air atau dikenal dengan sudetan dan terowongan. Ada juga pengendalian sedimentasi, penataan drainasi hingga langkah mencegah air laut naik ke darat atau ROB.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bob Arthur Lombogia, saat konferensi pers Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) Road to 10th World Water Forum bertajuk “Atasi Banjir, Kurangi Risiko Bencana”, Selasa (6/2/2024) secara virtual dari Jakarta.
Prioritas pemerintah saat ini, lanjut Bob, adalah upaya pengendalian banjir di daerah yang sering mengalami banjir. Pihaknya sudah melakukan pemetaan apakah daerah tersebut dirasa perlu untuk dibangun infrastruktur penguat.
Misalnya bendungan, jika dirasa perlu maka pemerintah akan melakukannya. Atau misal jika bisa diatasi hanya dengan melakukan normalisasi atau pembuatan tanggul saja. Selain itu tentu ada pertimbangan teknis seperti topografi, teologi, dan lain sebagainya.
“Tapi sebenarnya yang jauh lebih penting adalah pengendalian non struktural. Karena partisipasi masyarakat menjadi poin penting dalam persoalan tata kelola air,” katanya.
Pencegahan non struktural di antaranya adalah kegiatan konservasi, kegiatan komunitas-komunitas peduli lingkungan, edukasi sejak dini terkait pentingnya tata kelola lingkungan, pemanfaatan ruang dan air, membangun partisipasi yang terintegrasi, sosialisasi berbagai regulasi kepada seluruh masyarakat, hingga adaptasi pada daerah dataran banjir.
Untuk itu dirinya sangat menanti pertemuan dan keputusan yang akan diambil dalam World Water Forum 10th yang akan digelar di Bali pada 18 hingga 24 Mei 2024.
Forum tersebut dikatakannya akan menjadi pertemuan solutif buat negara-negara anggota dan bahkan dunia terkait masalah tata kelola air, khususnya bagaimana mereduksi bencana banjir termasuk dampaknya, serta persoalan kekeringan.
“Dalam Forum ini akan dibahas tematik banjir yang dihadapi seluruh negara di dunia. Dan apa yang menjadi keputusan nanti, seluruh anggota yang ada akan mengimplementasikannya. Ini efeknya akan luar biasa. Semua negara akan mengimplementasikan karena akan ada deklarasi yang harus dipatuhi bersama,” ujar Bob.
World Water Forum 10th akan digelar di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) pada 18 hingga 24 Mei 2024. Diperkirakan akan ada 350 sesi di forum yang akan dihadiri sekitar 30.000 peserta. Sebanyak 32 kepala negara anggota WWC juga akan hadir dengan 190 di antaranya adalah pejabat setingkat menteri serta 60 organisasi.
Sementara, mitra kerja sama yang akan hadir adalah UNEP, GIZ, World Bank, UNESCO, Deltares, ICHARM, HELP, JICA, KOICA, K-Water, ADB, ERIA, OECD, PT. PII, IWRA.
Sumber: Kemkominfo & Diskominfo Kaltim | Editor: Intoniswan
Tag: Air