Menikmati Kehidupan

Cerpen Karya: Efrinaldi

Ilustrasi

“Apa lagi yang kau cari, Epi?” tanya Lily ketika dia tahu aku hendak bekerja lagi setelah tiga tahun pensiun.

“Aku mau cari duit lagi,” jawabku.

Lily diam saja.

Ketika aku beritahu bahwa aku batal bekerja lagi, Lily berkomentar kalau dia sebenarnya dulu mau kasih saran agar aku tidak bekerja formal lagi. Menurutnya sudah masanya aku mengerjakan sesuatu yang disukai, tidak sesatu yang menekan lagi.

“Sst!” ujarku.

“Kenapa?” tanya Lily melotot.

“Aku kan orang berpengaruh di lingkunganku. Aku khawatir orang terpengaruh,” jawabku.

“Maksudnya?” tanya Lily.

“Aku tidak mau mencontohkan hidup santai,” jawabku.

“Ya, tidaklah! Justru itu memberikan pesan bahwa kerja keras di waktu muda berbuah manis di masa tua. Bersakit-sakit dahulu, bersenang- senang kemudian. Kamu adalah contohnya!”

Aku terdiam.  Perkataan Lily mengandung kebenaran.

“Aku melihat banyak juga teman-temanku masih bekerja setelah karir pertamanya berakhir. Aku tidak mau tahu apa alasannya. Aku cuma menjalani sesuatu yang kuanggap benar untukku,” ujarku kemudian.

Lily terlihat menahan diri untk berkomentar.

“Ada perasaan tidak enak tersisa. Ada rasa bersalah untuk segera berhenti berkarya,” kataku lebih lanjut.

Terlihat mata Lily berbinar-binar.

“Jadilah penulis, Epi!”  ujar Lly.

“Yak! Inilah ujungnya. Aku mau mengerjakan minat lamaku yang terbengkalai,” kataku antusias.

Lily terlihat lega. Lily adalah sahabat lamaku yang juga telah berusaha keras sejak sekolah kemudian bekerja sebagai guru dengan penuh pengabdian sampai usianya 60 tahun kini.

Aku bertanya pada Lily,

“Apa kegiatanmu setelah pensiun?”

Lily tak menjawab segera. Dia menoleh ke pohon mangga yang ada di halaman rumahnya.

“Ada yang akan kuraih selagi aku ada waktu, “ jawab Lily kemudian.

Aku pun menahan diri untuk bertanya lebih lanjut. Di mataku, Lily adalah orang yang tahu apa yang harus diperbuatnya. Sejak dulu demikian, sejak aku mengenalnya sewaktu kami sekolah di SMA Limbonang awal tahun 80-an.@

Tag: