NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Sambil menangis dan mengusap air mata, Muhammad Miftahuddin, oknum pegawai Lapas Nunukan, mengucapkan rasa penyesalannya telah menganiaya narapidana Syamsuddin hingga meninggal dunia.
Kalimat penyesalan ini disampaikan terdakwa dalam sidang pemeriksaan di Pengadilan Negeri Nunukan yang dipimpin ketua majelis hakim Nardon Sianturi dengan hakim anggota Ayub diharja dan Mas Toha Wiku Aji dengan Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Nunukan Amrizal R Riza, Kamis (19/10/2023).
Dalam keterangannya, terdakwa melakukan tindak kekerasaan terhadap Syamsuddin dengan cara memukul, menendang, dan mencambuk korban menggunakan kabel colokan listrik, dan tidak menghiraukan korban kesakitan dan meminta ampun.
“Banar saya lakukan penganiayaan berat itu, saya sangat menyesali perbuatan dan siap menerima apapun bentuk konsekuensi hukumnya,” ungkap Muhammad Miftahuddin.
Mantan kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Lapas Nunukan ini tidak membantah memerintahkan saksi Reza, pegawai KPLP untuk mengambil kabel colokan listrik berwarna putih di ruang kerjanya yang kemudian digunakan untuk mencambuk tubuh korban. Terdakwa juga memerintahkan Syamsuddin untuk melakukan squat jump atau gerakan naik turun dengan posisi tangan diatas kepala sambil melompat.
Terdakwa memperkirakan durasi waktu squat jump selama 20 menit yang jika dihitung sekitar 100 kali gerakan melompat, padahal terdakwa mengetahui bahwa saat itu kondisi kaki korban sedang sakit.
“Korban saya pukul bagian perutnya, saya tidak tahu kalau itu bagian vital yang membahayakan seseorang hingga menimbulkan luka memar,” kata terdakwa.
Usai melakukan kekerasan, terdakwa terakhir kali bertemu dengan korban di pos blok Lapas sekitar hari kemudian dan sempat menanyakan bagaimana kondisinya yang dijawab oleh korban aman sehat.
Terdakwa menerima informasi korban sakit ketika dibawa ke Puskesmas dan tidak berapa lama kembali menerima laporan Syamsuddin meninggal dunia pada 24 Juni 2023 di rumah sakit Nunukan.
“Satu hari setelah meninggalkan korban saya hubungi keluarganya lewat whatsApp menyampaikan duka dan permintaan maaf. Saya lupa isi jawaban keluarga korban,” bebernya.
Miftahuddin menerangkan peristiwa penganiayaan terjadi sekitar pukul 18:00 Wita. Dirinya yang sedang lelah usai bekerja melihat korban melintasi pos pengawasan tanpa memperlihatkan sikap sopan santun kepada petugas.
Dalam keadaan emosi, rasa marah terdakwa memuncak hingga melakukan penganiayaan fisik yang menurut aturan disiplin pembinaan terhadap narapidana di lingkungan Lapas Nunukan tidak dibenarkan.“Apa saya lakukan salah, perbuatan saya emosi sesaat yang berujung panjang merugikan diri sendiri dan korban,” bebernya.
Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan
Tag: Lapas Nunukan