Over Thinking

Cerpen Karya: Efrinaldi

Ilustrasi

Kini popular istilah over thinking. Istilah ini membuatku berpikir apa maksudnya. Dulu aku suka sekali dengan perkataan filusuf Descartes yaitu cogito ergo sum yang berarti berpikir maka aku ada. Dalam Al-Quran pun banyak perintah agar manusia berpikir.

Seorang orang tua  kaget ketika putrinya berkata, “Ayah type orang yang over thinking.”

“Lah, bukannya orang memang harus berpikir?” jawab ayahnya.

“Iya, tapi jangan keterlaluan,” jelas purtinya.

Nah, di sinilah masalahnya. Berpikir itu baik, malah dianjurkan, tetapi jangan terlalu. Misalnya, terlalu memikirkan masa depan, sehingga kemudian malah menjadi cemas.

Pernah kawan berkata agar ada masanya orang lebih easy going. Mirip dengan kasus ayah dan putrinya di atas, yaitu agar lebih cuek melihat lingkungan/ situasi.

Anak Gen-Z ditenggarai lebih pencemas. Namun, dari kalangan mereka sendiri muncul istilah over thinking yang harus dihindari.

Penerapan sikap lebih cuek ini kemudian malah kebablasan menjadi sikap tidak peduli dan masa bodoh. Kemudian muncul keluhan dari banyak manager senior bahwa Gen-Z bersifat tidak serius dalam bekerja.

Jadi bagaimana ini?

Seperti tidak ada kata yang pas. Kecenderungan umum tidak bisa berlaku untuk orang per orang. Orang yang cuek, baik menerima masukan agar lebih peduli, lebih berpikir. Orang yang terlalu pencemas, baik mendapat masukan agar lebih cuek. Maka generalisasi tidak dapat dilakukan.

Teori generasi yang mendeskripsikan karakter umum tidak bisa diterapkan begitu saja untuk orang per orang. Tetap harus dilihat orang per orang.

Mungkin dalam coaching, untuk menambah motivasi, teori generasi biasa dipakai. Namun dalam counseling, untuk mengoreksi atau membantu menyelesaikan masalah orang, harus dilihat per individu.

Contoh, seorang Gen-z yang pencemas, baik disarankan untuk lebih cuek, sementara yang sangat cuek, perlu disarankan lebih serius dalam menjalani kehidupan.

Gen-Baby Boomer, memiliki pengalaman batin yang kaya dan menyukai filsafat. Ini membuat gerakan terlihat lamban, sebab sesuatunya dilihat dalam banyak segi. Sikap ini membuat greget atasan yang menyukai bawahan yang patuh dan segera mengeksekusi pekerjaan.

Masalahnya, bila seseorang Gen-Baby Boomer memiliki keterbatasan wawasan, namun memaksakan diri menganalisa perintah yang telah dikaji dengan baik. Akibatnya, eksekusi perintah menjadi terhambat. Ini bisa diatasi atasan dengan memberikan penjelasan yang cukup agar bawahan bertipe demikian memahaminya dan segera mengeksekusi.

Cogito ergo sum! Itu benar adanya. Namun, jangan OVER thinking! Clear!

Sejak mendapat kritik dari putrinya, Sang Ayah lebih santai. Dia tidak terlalu mencemaskan masa tuanya berlebihan lagi. Dia melihat ajaran agama agar tawakal pada Allah setelah berikhtiar.

Jadi, semuanya memang harus dipikirkan, dianalisis dan disimpulkan. Semuanya ada ilmunya. Banyak kebenaran dalam ayat suci belum dipahami dengan baik oleh banyak orang, seperti anjuran berpikir, berikhtiar, berdoa, dan tawakal.

Barakallah!@

Tag: