Pengawasan Orangtua Minim Picu Kasus Asusila Anak Meningkat di Nunukan

Kasat Reskrim Polres Nunukan Iptu Lusgi Simanungkalit (Budi Anshori/niaga.asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA — Kesalahan pola asuh dan minimnya pengawasan orangtua terhadap anak menjadi salah satu pemicu tingginya kasus pergaulan seks bebas yang melibatkan pelajar atapun anak di bawah umur di tahun 2023.

Kasat Reskrim Polres Nunukan Iptu Lusgi Simanungkalit mengatakan, kurangnya perhatian orangtua terhadap lingkungan pergaulan dan aktivitas anak di luar rumah, sering kali membuat anak-anak lupa diri hingga terjerumus ke persoalan pidana.

“Persoalan pidana itu bisa menggunakan narkotika sampai hubungan seks bebas. Bahkan terlibat pencurian barang milik orang lain,” kata Lusgi kepada niaga.asia, Selasa.

Khusus perkara asusila yang melibatkan korban anak, Polres Nunukan sepanjang tahun 2023 menerima laporan sebanyak 7 kasus dengan korban maupun pelaku anak antara usia 13 sampai 17 tahun.

Sebagian dari korban masih berstatus pelajar setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Modus terjadinya asusila itu beragam. Mulai dari perkenalan di aplikasi media sosial MiChat hingga status pacaran pelaku dan korban.

“Awalnya berkenalan lalu lanjut ke hubungan asusila. Dari sini kita bisa melihat adanya kesalahan dalam pergaulan anak-anak remaja,” ujar Lusgi.

Di Nunukan, jumlah perkara asusila Januari-Februari tahun 2023 mencapai separuh dari kasus asusila tahun 2022 yang jumlahnya 14 perkara. Peningkatan kasus itu perlu disikapi serius semua pihak.

Untuk itu, Lusgi menghimbau kepada orangtua agar memperhatikan lingkungan pergaulan di luar sekolah. Termasuk aktivitas anak-anak dalam menggunakan media sosial dan internet yang mengarah pada video atau foto berbau pornografi.

“Dalam dua bulan ada 7 kasus asusila anak dan kita tidak tahu apakah masih ada kasus-kasus lainnya yang tidak sampai ke polisi,” terang Lusgi.

Penanganan kasus asusila anak memerlukan kehati-hatian agar tidak menimbulkan trauma. Di mana tiap pemeriksaan korban selalu didampingi oleh orangtua dan juga staf Dinas Sosial sebagai bagian perlindungan anak dan perempuan.

Penanganan kasus asusila akan rumit apabila korban dan pelaku masih berstatus pelajar. Banyak hal yang harus menjadi pertimbangan penyidik dalam mengambil keputusan. Baik persoalan psikologi ataupun masa depan.

“Masa depan anak pelaku kejahatan tetap diperhatikan. Makanya tolong jaga anak-anak kita jangan terlibat kejahatan,” tambah Lusgi.

Lusgi menuturkan, dalam satu pekan bulan Februari 2023 telah terjadi 3 kasus asusila anak yang modusnya beragam. Mulai dari pertemanan hingga kenalan di jejaring internet, hingga berlanjut ke hubungan percintaan.

Dari tiga kasus itu, satu korban asusila tepergok orang tuanya melakukan hubungan di rumahnya. Sedangkan dua perkara lainnya berhubungan setelah dibawa oleh pelaku ke suatu tempat, kemudian dibujuk dan dirayu oleh pelaku.

“Itulah kenapa kontrol orangtua sangat penting. Mengawasi ke mana anak kita jalan dan perhatikan dengan siapa dia berteman,” Lusgi menerangkan.

Selama ini, jika berbicara mengenai seks, maka yang terbesit dalam benak sebagian besar orang adalah tentang hubungan seks. Padahal, seks itu artinya jenis kelamin yang membedakan pria dan wanita secara biologis.

Sebagian besar masih menganggap tabu jika membicarakan tentang seks, dan juga menganggap pendidikan seks akan mendorong remaja untuk berhubungan seks. Sebagian masyarakat juga masih berpandangan stereotipe dengan pendidikan seks (sex education) seolah sebagai suatu hal yang vulgar.

Pengertian Stereotipe menurut para ahli di antaranya adalah Samovar & Porter (Mulyana, 2006) di mana Stereotipe adalah persepsi atau kepercayaan yang dianut mengenai kelompok atau individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk.

“Kita masih menganggap pendidikan seks hal tabu. Padahal pengetahuan ini penting untuk remaja agar mereka tidak terlibat seks bebas,” demikian Lusgi.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Saud Rosadi

Tag: