Catatan Rizal Effendi
HUT KE-66 Provinsi Kalimantan Timur, jadi catatan bersejarah bagi saya. Alhamdulillah, mewakili insan pers, saya mendapat penghargaan pengabdian kewartawanan. Saya terharu ketika menerima penghargaan itu dari Gubernur Isran Noor, yang diserahkan pada Sidang Paripurna Istimewa DPRD Kaltim, Kamis (5/1) pagi.
Acara sidang digelar di Gedung Utama DPRD Kaltim, Karang Paci. Agenda utamanya mendengarkan pidato HUT ke-66 dari Gubernur Isran. Tapi sebelumnya dilaksanakan pemberian penghargaan kepada sejumlah tokoh berjasa dalam berbagai bidang pengabdian.
“Selamat atas karya dan pengabdian Saudara-Saudara untuk Kaltim,” kata Gubernur seraya menunjuk Dr G Simon Devung, guru bahasa Inggris-nya di SMA Katolik, Samarinda. Ia menyalami para penerima penghargaan bersama Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, S.Hut, dan pimpinan Dewan lainnya.
Saya juga menerima ucapan selamat dari Hasanuddin Mas’ud.
“Selamat, Pak Rizal, atas penghargaan yang diterima,” ujarnya hangat seraya dengan erat menyalami saya.
Adalah pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim yang mengusulkan saya kepada Gubernur melalui Kepala Balitbangda, Fitriansyah.
“Sebenarnya sejak tahun lalu kita ajukan, tapi baru terwujud tahun ini,” kata Ketua PWI Kaltim Endro S Efendi.
Saya jadi ingat pada bulan Desember 2021, Ketua PWI Balikpapan Sumarsono pernah meminta catatan perjalanan karier jurnalistik saya.
Terima kasih, Endro dan Sumarsono. Terima kasih, teman-teman wartawan. Saya diterima kembali menjadi bagian pekerja pers. Tinggal menunggu kartu pers saya bisa diaktifkan lagi. Kartu pers saya dari PWI berakhir 16 Agustus 2007. Setahun setelah saya menjadi wakil wali kota. Saya masih menyimpan kartu pers itu sampai sekarang.
Ini penghargaan kali kedua saya terima berkenaan dengan peringatan HUT Kaltim. Pada HUT ke-64 Tahun 2020 lalu, saya dan istri, Bunda Arita menerima penghargaan Pelopor Bidang Pembangunan Daerah dan Pelopor Bidang Peranan Wanita. Waktu itu, saya masih sebagai wali kota Balikpapan dan istri selaku ketua PKK, Dekranasda, dan Bunda PAUD.
Menurut Endro, dalam dua tahun terakhir tak ada wartawan yang memperoleh penghargaan lagi. Mungkin karena Covid. Tapi tahun-tahun sebelumnya ada beberapa nama terpilih sebagai tokoh pers dan wartawan berprestasi. Di antaranya Alwy AS, Fuad Arieph, Syafril Teha Noer, Zainal Muttaqin, Intoniswan, dan Syafruddin Pernyata. “Selain itu, juga Maturidi, Felanans, Sumarsono, Misman, Imron Rosadi, dan saya sendiri,” tambahnya.
SEJAK UNMUL
Sejak dari kampus Unmul, tempat saya kuliah di pertengahan tahun 70-an saya sudah merintis karier jadi wartawan. Karena sering ikut demo, jadi pilihan saya di dunia jurnalistik. Biar bisa kritis terus. Saya mulai aktif di koran kampus, sampai lanjut ke Mimbar Masyarakat, Kantor Berita Antara, Suara Kaltim, Jawa Pos terus ManuntunG, yang akhirnya berganti nama jadi Kaltim Post. Saya pernah juga membantu Majalah Tempo.
Saya banyak belajar menulis dari Pak Alwy AS, Dahlan Iskan, Saleh Jaya, dan Fuad Arieph. Nama terakhir ini adalah ayahanda Dr Myrna Asnawati Safitri, yang sekarang menjadi Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN. Waktu itu Myrna masih sangat belia. Sekarang jadi orang hebat, ahli hukum lingkungan.
Teman seangkatan saya saat itu di antaranya Ibrahimsyah Rahman (Kompas), Zainal Muttaqin (Jawa Pos), Aan Reamur Gustam, dan Tatang Dino Hero (Suara Kaltim). Ada juga Eddy Allioedin (Meranti), Ibrahim Konong (Merdeka), Syafruddin Pernyata (Sampe), Sofyan Asnawi (Suara Pembaruan), dan Haris Syamtah (Balikpapan). Semua panjang umur, hanya Sofyan yang sudah tiada.
Itu zaman wartawan masih jadul. “Senjatanya” kamera film, tape recorder, dan mesin tik. Belum ada HP, komputer atau laptop. Kalau mengetik berita terkadang buka baju. Syukur saya tidak merokok. Tapi teman wartawan lain biasanya mengetik sambil merokok. Otak bisa tak jalan kalau tanpa ada asap rokok, katanya begitu.
Dunia wartawan sekarang berubah. Media cetak sudah mati suri. Semua beralih ke online. Berita tidak lagi ditulis per hari, tapi sudah per detik. Banyak kemudahan, tapi bekerjanya lebih berat. Bayangkan, lagi asyik menulis, sudah ada perkembangan baru di lapangan. Belum lagi betapa karut-marutnya dunia maya. Karya jurnalistik bercampur dengan berita bohong dan hoax.
Beberapa kali saya ikut Porwanas, Pekan Olahraga Wartawan Nasional. Kemarin, pada Porwanas 2022 di Malang, kepingin juga saya ikut. Tapi sudah lama nggak main. Harus latihan dulu. Saya bisa main tenis, tenis meja atau bridge. Juga golf dan catur. Saya pernah main remis dengan pecatur nasional asal Balikpapan, Chelsie Monica. Dia sekarang mendapat gelar Woman International Master. Kata pengamat catur, Chelsie sengaja tidak gas full mainnya, karena waktu itu saya wali kota.
Saya berhenti sementara jadi wartawan tahun 2006 setelah terpilih menjadi wakil wali kota Balikpapan mendampingi Pak Imdaad Hamid. Itu berlanjut lagi setelah saya jadi wali kota dua periode, mulai 2011 sampai 2021. Sekarang saya menulis lagi karena banyak waktu lowong dan sudah kembali ke habitat.
Pokoknya apa saja yang menarik saya tulis. Tujuannya untuk memberikan inspirasi dan spirit. Soal tokoh, pembangunan, lingkungan, olahraga, hiburan, dan lainnya jadi perhatian kita semua. Yang penting layak berita. Dulu waktu belajar jadi wartawan diberitahu oleh senior dan redaktur. Rumus berita menarik itu dianalogikan kalau kita menemukan kasus “orang menggigit anjing.” Itu artinya berita adalah sesuatu kejadian yang tidak biasa. Jadi kalau ditulis orang tertarik dan mau membacanya. Seperti jargon Majalah Tempo: “Enak Dibaca dan Perlu!”
Alhamdulillah kumpulan tulisan saya bisa diterbitkan jadi buku berjudul “Bukan Pak Wali Lagi.” Di-launching tepat ultah saya ke-64 tanggal 27 Agustus 2022. Terima kasih, banyak yang mengapresiasi. Termasuk Gubernur Isran Noor dan Wagub Hadi Mulyadi. Serta Dahlan Iskan. Karena itu menyambut HUT ke-66 Provinsi Kalimantan Timur, 9 Januari ini, saya menerbitkan buku kedua dengan judul yang sama, “Bukan Pak Wali Lagi Edisi ke-2.”
Jumlah tulisannya 66. Sengaja saya paskan dengan HUT ke-66 Kaltim. Selain menulis tentang Isran dan Hadi yang kerap memang layak ditulis, juga saya mengulas beberapa tokoh muda, yang mewarnai perkembangan Kaltim saat ini.
Misalnya ada tentang Dr Myrna, yang menjadi orang Kaltim pertama duduk di Otorita IKN. Ada Nabil Said Amin, bosnya Borneo FC, yang akan menjajal langkah baru sebagai calon anggota DPR RI. Ada Muhammad Al Fatih, anak Wagub Hadi Mulyadi yang berani demo dan mengkritik masalah lingkungan. Juga Farhat Brachma, eks menantu Wali Kota Imdaad Hamid, yang sekarang menjadi Staf Ahli Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin dan Komisaris PT Pupuk Indonesia.
Dalam tulisan, saya juga banyak menyinggung nama Dr Meiliana, sahabat saya yang sekarang menjadi ketua Tim Percepatan Pengembangan Pulau Wisata Maratua. Dia aktif di mana-mana dan suka nyanyi lagu “Bento.” Juga Dr Ir Abdunnur M.Si, orang daerah pertama, suka mancing di kolam kampus, yang bisa menduduki jabatan rektor Unmul. Hebat!
Saya didukung teman wartawan Bung Syafril Teha Noer, “Jenderal” Sjarifuddin Hs, Thomas, dan Ramadhan S Pernyata yang tak lain putra Syafruddin Pernyata dalam merampungkan buku tersebut. Terutama dari segi penataan, layout, editing bahasa, dan pencetakan.
Buku saya yang kedua ini, saya rilis hari Sabtu (7/1) bersamaan dengan pengukuhan pengurus Ikatan Keluarga Fakultas Ekonomi dan Bisnis (IKA FEB) Unmul di Pendopo Odah Etam. Kebetulan saya yang terpilih menjadi ketua umum, Apri Gunawan sebagai ketua harian, Sevana Podung sebagai sekretaris umum dan Deny Tombatu di posisi bendahara umum.
Pengukuhan dilakukan oleh Gubernur Dr Isran Noor, yang juga menjadi ketua umum IKA Unmul. Rencananya juga hadir Rektor dan Dekan FEB Prof Dr Hj Syarifah Hudayah M.Si. Dr Myrna juga datang sebagai pembicara. Untuk pencerahan dan memberi informasi berkaitan perkembangan IKN.
Myrna sempat menghubungi saya untuk menjaring kader daerah, yang bisa mengikuti seleksi di Otorita IKN, terutama mengisi satu jatah di kursi deputi buat Kaltim. Ada yang bilang kenapa tidak saya sendiri. He he, saya sudah lebih batas umurnya. Karena dalam persyaratan maksimal 58 tahun. Kalau 58-nya masih kena dengan saya. Karena saya lahir tahun 1958. Tapi usianya sudah lebih.
Saya menggantikan Meiliana sebagai ketua IKA FEB Unmul. Mei sekarang memperkuat Isran di pengurus pusat. “Ini pengabdian, biar Unmul tambah kuat dan maju berkat alumninya,” katanya memberi semangat. Saat ini saya juga menjadi ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Balikpapan.
Selain saya, ada 22 tokoh lain yang juga mendapat anugerah dari Pemprov Kaltim. Ada rekan saya Andi Burhanuddin Solong (tokoh pemuda), Awang Dharma Bhakti (tokoh bidang keolahragaan), HM Jos Soetomo (tokoh bidang pendidikan), Ibu Hj Nor Baiti Isran Noor (tokoh kesehatan masyarakat), Dr Hj Padilah Mante Runa (tokoh kesehatan), Prof Dr H Abd Rachim (tokoh pendidikan Kaltim), dan Drs H Abdussamad (tokoh bidang sumber daya manusia).
Dari kalangan agama, ada KH Boechoerie Noer (tokoh kerukunan umat beragama), KH Siswanto (tokoh agama Islam), Pdt Musa Lakay (tokoh agama Kristen), Dr Gaudentius Simon Devung (tokoh agama Katolik), Tjan Hariyanto Chandra (tokoh agama Budha), AA Gede Raka Ardita (tokoh agama Hindu), dan Asan Rengeh (tokoh agama Konghuchu).
Tokoh kalangan muda, seni budaya, lingkungan dan usaha juga mendapat apresiasi. Di antaranya Rahmad Azazi Rhomanto (tokoh pemuda berprestasi bidang seni budaya), Sayidah Salma Atqiya (tokoh pemuda berprestasi bidang seni baca Alquran), Muhammad Jamil (juga prestasi seni baca Alquran), Misman RSU (pelopor lingkungan hidup), Syawal Riyanto (tokoh disabilitas), Drs Soekiranto (tokoh Pramuka), dan Riswah Yuni (pelopor pelaku usaha olahan hortikultura).
Dirgahayu Kalimantan Timur, Selamat Ulang Tahun ke–66! Alhamdulillah, saya jadi wartawan lagi. Terima kasih atas dukungan kepada buku saya. “Ketika sebuah karya selesai ditulis,” kata sastrawan Dr Helvy Tiana Rosa, “ maka pengarang tak mati. Ia baru saja memperpanjang umurnya lagi.” (*)
Tag: HUT KaltimRizal Effendi