LOMBOK.NIAGA.ASIA – Pengrajin gerabah yang berada di kota seribu masjid terletak di Desa Wisata Banyumelak, Kemacamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat bernama UD Berkat Sabar, berhasil mempertahankan komoditas hasil produksinya menembus pasar internasional dengan omset Rp50 juta per sekali ekspor.
Wartawan Ekonomi Kalimantan Timur (Kaltim) mengunjungi UD Berkat Sabar difasilitasi oleh Bank Indonesia Perwakilan Kaltim di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menyelenggarakan kegiatan Capacity Building (CB) selama tiga hari, 4-6 Desember 2024.
Sebanyak 17 orang wartawan diajak mengunjungi salah satu tempat pembuatan kerajinan gerabah dari tanah liat yang terletak 14 kilometer dari Mataram.
Pagi itu tepat pada pukul 9.00 WIT. Bus rombongan wisata CB Wartawan Ekonomi memasuki Desa Wisata Banyumulek, Kecamatan Kediri Lombok Barat untuk melihat hiruk pikuk produksi gerabah tanah liat di UD Berkat Sabar.
Desa Banyumulek dikenal sebagai salah satu desa sentra produksi gerabah terbesar di Lombok. Tempat kerajinan gerabah ini merupakan salah satu destinasi wisata menarik. Karena pengunjung dapat melihat langsung pengolahan tanah liat hingga menjadi gerabah berdesain unik dengan warna yang indah.
Gerabah merupakan suatu hasil seni kerajinan perabotan rumah tangga yang terbuat dari tanah liat atau tanah lempung yang dibentuk dan dibakar.
Pemilik toko Gerabah UD Berkat Sabar, Haeniatun usia 43 tahun mengaku usaha ini merupakan turun temurun yang telah berdiri sejak 1993 silam.
Peminat gerabah dari tanah liat ini juga cukup beragam, baik dari wisatawan lokal maupun wisatawan dari mancanegara.
“Kita penjualannya juga melalui ekspor ke Australia, Jerman, Italia dan Belanda,” katanya, Kamis 5 Desember 2024.
Haeniatun menyebutkan dulunya usaha ini bermula dari orang tuanya yang membuka usaha kecil-kecilan penjualan gerabah di toko berukuran 4×6 meter.
“Sekarang alhamdulillah sudah bertambah luas 11×25 m, sehingga semakin banyak yang dapat dipamerkan,” tegasnya.
UD Berkat Sabar ini menjual berbagai macam gerabah dengan berbagai ukuran dan harga yang variatif. Mulai dari Rp10 ribu hingga Rp4 juta per buahnya.
“Paling murah ada di harga Rp10 ribu yang bentuknya kecil-kecil dan yang paling mahal itu guci, guci bentuk polosan itu Rp2 juta perbuahnya, kalau yang ada motif batiknya Rp4 juta perbuah,” terangnya.
Haeniatun menyebutkan salah satu gerabah yang paling laris dan autentik adalah kendi maling. Kendi maling merupakan teko dari tanah liat yang cara pengisiannya terbalik.
Jika biasanya air kendi diisi dari atas, maka ketika mengisi air di kendi maling caranya dibalik dan diisi dari bagian bawah.
“Kendi maling namanya karena cara pengisiannya unik dari bawah, seperti maling yang masuk dari belakang bukan lewat pintu depan,” jelasnya.
Kendi maling yang mampu mengisi 1 liter air ini, memiliki efek menyegarkan ketika air yang ada dalam kendi diminum.
“Zaman dulu kendi maling ini digunakan masyarakat untuk membawa air minum ketika perjalanan jauh,” ucapnya.
Satu set kendi maling yang dilengkapi dengan satu teko kendi berukuran sedang dan tiga buah gelas ini dibandrol dengan harga Rp350 ribu persetnya.
Tak hanya kendi maling, UD Berkat Sabar juga menjual berbagai perlengkapan perabot rumah tangga seperti lapik gelas yang dihargai Rp100 ribu perbuahnya dan bakul nasi isi tiga buah dengan bentuk berbeda dihargai Rp450 ribu persetnya.
“Untuk harga tergantung besar kecil dan kerugian dalam pembuatan,” terangnya.
UD Berkat Sabar yang mempekerjakan 30 orang pengrajin dalam sekali produksi ini, mengaku dalam sekali ekspor dapat meraih omset Rp30-50 jika ramai dan Rp5 juta persekali ekspor jika kurang ramai peminat.
“Dulu ramai-ramainya sebelum covid kita bisa ekspor keluar selama 3 bulan sekali. Kalau sekarang sepi, jadi 6 bulan sekali melakukan ekspor dalam jumlah besar,” ujarnya.
Sementara, Pengrajin Gerabah UD Berkat Sabar Danur Hidayah usia 52 tahun mengatakan, bahwa dirinya sudah 35 tahun menggeluti pekerjaan sebagai pengrajin gerabah.
“Berapa kali dalam setahun saya sering mengikuti pelatihan-pelatihan pembuatan gerabah di hotel-hotel untuk meningkatkan keterampilan saya,” jelasnya.
Dalam sehari, Danur mengaku mampu membuat 25 buah kerajinan gerabah tanah liat dengan berbagai ukuran.
“Pembuatan gerabah ini gak lama, satu buah gerabah ukuran kecil memakan waktu 5-6 menit,” terangnya.
Proses pembuatan gerabah di UD Berkat Sabar ini masih menggunakan teknik sederhana dan tradisional. Selain itu tanah liat yang digunakanpun berbeda dibanding tanah liat biasanya.
Tanah liat tersebut didatangkan dari gunung Sasak pulau Lombok Selatan. Di mana kualitas tanah liat tersebut lebih kuat dibanding tanah-tanah lain.
Danur menjelaskan, teknik pembuatan gerabah tanah liat ini pertama, tanah liat diletakkan di meja atas meja putar dan dibentuk sesuai bentuk yang diinginkan dengan menggunakan jari yang telah dibasahi air sebelumnya.
Setelah tanah liat tersebut, telah terbentuk bentuk yang diinginkan. Gerabah diukur dengan pisau pahat atau lidi dengan membentuk motif diinginkan.
Setelah jadi, gerabah di angin-angin hingga setengah kering dan dibakar didalam tungku sekam padi.
“25 buah gerabah ini dapat menghabiskan 15 kilo tanah liat,” jelasnya.
Keberhasilan ini tidak hanya membawa kebanggaan bagi para pengrajin lokal, tetapi juga membuka peluang baru untuk memperkenalkan produk kerajinan tangan Indonesia di kancah global.
Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Intoniswan
Tag: BI KaltimUMKM