Penyakit Kusta Masih Ada di Kaltim, Ini yang Harus Dipahami

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) DR. dr. Jaya Mualimin. (Foto Diskominfo Kaltim)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Penyakit kusta masih ada di Kalimantan Timur (Kaltim). Tersebar di 7 kabupaten dan 3 kota di Kaltim, dengan total penyandang kusta tahun 2022 sebanyak 110 orang. Terbanyak di Kutai Kartanegara yakni 25 orang, Kota Balikpapan dan Bontang masing-masing 17 orang, sisanya tersebar di 7 daerah lainnya.

Kusta merupakan jenis penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae, di mana bakteri ini dapat menular dari satu orang ke orang lainnya melalui droplet. Seseorang dapat tertular kusta apabila terkena percikan air liur dari penderitanya.

Penyakit kusta bisa disembuhkan. Pada kusta jenis pausibasilar waktu pengobatan selama 6-9 bulan. Namun pada kasus kusta jenis multibasilar waktu pengobatan selama 12-18 bulan.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim, DR. dr Jaya Mualimin, masyarakat sudah saatnya memahami penyakit kusta secara benar, jangan lagi dianggap sebagai penyakit kutukan.

“Pahami, kusta adalah penyakit biasa, bukan penyakit kutukan, Kusta bisa dicegah bersama (lintas program/sektor dan melalui pemberdayaan masyarakat dengan mendekati serta mendukung penderita selama pengobatan), Kusta bisa disembuhkan,” kata Jaya Mualimin pada Niaga.Asia, Jumat (10/02/2023).

Mantan Direktur RS Atma Husada ini menerangkan, tantangan bagi Kaltim menghadapi penyakit kusta antara lain, masih tingginya stigma mengenai penyakit kusta di masyarakat merupakan salah satu kendala dalam upaya penemuan kasus di masyarakat.

“Keluarga penderita malu melaporkan ada anggotanya terkena kusta, akibatnya tak mendapatkan layanan medis,” ungkapnya.

Sumber: Dinas Kesehatan Kaltim.

Tantangan kedua mengatasi kusta adalah,  diperlukan dukungan lintas sektor terkait dalam upaya promotif dan pereventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Masih banyak pasien kusta yang tidak tertib minum obat, sehingga mengakibatkan proses penyembuhan tidak sesuai waktu yang ditetapkan dan angka penularan tetap berlangsung di masyarakat.

“Tantangan terakhir  menangani kusta adalah, perlunya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengawasan minum obat (upaya kuratif) bagi pasien/keluarga,” kata Jaya lagi.

Program yang rencananya akan dilaksanakan Dinas Kesehatan Kaltim di tahun 2023 terkait penyakit kusta di Kaltim ada 3, pertama; menyelenggarakan pertemuan sosialisasi program NTDs (Neglected Tropical Diseases) bagi 10 kabupaten/kota di Kaltim.

Kedua; monitoring dan evaluasi program kusta dan, ketiga; pelatihan P2P (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) Kusta dan Frambusia bagi pengelola program Kusta dan Frambusia.

Menurut Jaya, rencana tindak lanjut dari semua program adalah perlu didukung anggaran program dan peningkatan kompetensi, sehingga tenaga kesehatan dapat mengenal klinis dan jangan membedakan penyakit kulit biasa dengan kusta.

Kemudian, advokasi daerah dan peningkatan promosi kesehatan kusta. Pemerintah kabupaten/kota memasukkan kusta  dalam menu kegiatan di BLOK: Penemuan kasus atif dan pemantauan pengobatan penyakit menular dan PPOM.

“Peraturan Menteri Desa Nomor 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa, seharusnya mengakomodir keperluan penyandang penyakit kusta, karena pengembangan desa dengan dana desa, inklusif, untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat,” kata Jaya.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan