Perkara Pelecehan Seksual: Oknum ASN Divonis Hakim 1,9 Tahun, Kejari Nunukan Banding

Sidang perkara pelecehan seksual Abdul Hapit di Pengadilan Negeri Nunukan. (Foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Disdukcapil Pemerintah Nunukan, Abdul Hapit (42) dijatuhi hukuman 1 tahun 9 bulan oleh Pengadilan Negeri Nunukan dalam perkara pelecehan seksual terhadap perempuan pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Pembacaan amar putusan dipimpin Ketua majelis Hakim Andreas Samuel Sihite dengan hakim anggota Bimo Putra Sejati dan Daniel Beltzar serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Nunukan, Alfani SH.

Hakim menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama penuntut umum melanggar Pasal 6 huruf c Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Menjatuhkan vonis 1 tahun 9 bulan dan denda 10 juta subsider 1 bulan kurungan penjara,” kata Andreas Samuel Sihite saat membacakan putusan vonis pada sidang yang digelar Rabu 11 Desember 2024.

Selanjutnya menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, menetapkan terdakwa berada dalam tahanan serta menetapkan semua barang bukti untuk dimusnahkan

“Semua barang bukti milik korban dimusnahkan dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sejumlah Rp5.000,00,” ujarnya.

Terpisah, Kasi Intel (Kastel) Kejari Nunukan, Felly Kasdi menyatakan banding atas putusan majelis hakim dalam perkara Abdul Hapit.

Menurutnya, terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana fakta terungkap di persidangan.

“Vonis hakim jauh lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut terdakwa dengan pidana 5 tahun kurungan dan denda Rp 100 juta,” tuturnya.

Upaya hukum banding oleh JPU dilakukan berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum, pada poin 4 tentang sikap penuntut umum terhadap putusan Pengadilan.

Banding merupakan upaya JPU dalam menerapkan prinsip equality before the law yaitu persamaan hak di depan hukum dalam satu proses peradilan dan bukan semata-mata karena perbedaan strafmaat atau tinggi rendahnya hukuman,

“Permohonan banding diajukan selambat-lambatnya 7 hari sesudah putusan dijatuhkan, atau 7 hari setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa,” jelasnya.

Diberikan sebelumnya, oknum ASN kantor Dinas Kependudukan dan Catatan (Disdukcapil) Nunukan, Abdul Hapit dilaporkan oleh seorang perempuan berinisial SP (21) atas perkara pelecehan seksual yang terjadi Mei 2024.

Korban merupakan warga Nunukan yang dalam hal ini datang ke kantor Disdukcapil Nunukan, bermohon penerbitan KTP, namun dalam proses tersebut terjadi tindak asusila yang dilakukan terdakwa dalam ruang kerjanya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

Tag: