NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Kelompok pembudidaya petani rumput laut bersama mahasiswa menggeruduk gedung DPRD Nunukan, Senin 15 Juli 2024. Mereka berdemonstrasi terkait anjloknya harga rumput laut, dan maraknya pencurian serta pengrusakan pondasi bentangan rumput laut.
Koordinator aksi demo petani rumput laut, Sultan mengatakan, turunnya harga yang terjadi sepanjang tahun 2024 di titik harga terendah Rp 7.000 per kilogram kering, mengakibatkan kebangkrutan di kalangan petani pulau Sebatik dan Nunukan.
“Berapa bulan ini banyak petani menjual tali-tali bentangan rumput laut. Jual rumah karena kehabisan modal. Hanya harga diri belum mereka jual,” kata Sultan, kepada niaga.asia.
Sebagai pembudidaya rumput laut, Sultan menerangkan turunnya harga rumput laut berpengaruh terhadap sektor ekonomi secara luas. Sebab rendahnya pendapatan nilai usaha masyarakat, juga akan berdampak pada melemahnya daya beli.
Tidak bisa dipungkiri, komoditi rumput laut Nunukan salah satu kunci perekonomian di Kabupaten Nunukan. Hal ini bisa dilihat dari keluhan pedagang di semua sektor, karena omzet turun pasca anjloknya harga rumput laut.
“Tolong Bapak dan Ibu dewan bantu kami memperjuangan harga rumput laut. Pikirkan nasib ratusan petani rumput laut yang diambang kebangkrutan,” ujar Sultan.
Selain persoalan harga, Sultan meminta pemerintah daerah melalui dinas terkait bersinergi dengan Asosiasi Pedagang Rumput Laut (APRL) Nunukan, membentuk tim ekonomi dan berkonsultasi dengan pihak pabrik-pabrik pembeli rumput laut di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Selama ini, lanjut Sultan, pembeli dan pabrik di Sulsel selalu meminta peningkatan kualitas kadar kekeringan rumput laut asal Nunukan. Sedangkan harga rumput laut tidak menentu, turun naik tanpa mempertimbangkan nasib petani.
“Dulu kadar kekeringan 40 persen harga jual rumput laut Rp 40 ribu per kilogram. Sekarang kenapa kualitas kekeringan sama harga malah turun sampai Rp 7.000 per kilogram,” sebut Sultan.
Tidak menentunya harga jual rumput laut mengundang spekulasi negatif di kalangan petani. Tidak sedikit masyarakat mencurigai adanya permainan antara pedagang di Nunukan, dengan pabrik pengolahan rumput laut di Sulsel.
Terlepas dari anjloknya harga, petani rumput laut mengeluhkan semakin meningkatkan kejahatan pencurian rumput laut oleh oknum masyarakat, dan pengrusakan pondasi bentangan rumput laut yang biasanya dilakukan oknum nelayan pukat jangkar.
“Sudah harga hancur begini, tali-tali bentangan rumput laut kami lagi, dicuri maling. Kalau begini terus bangkrut kita semua,” sebut Sultan.
Pencurian dan pengrusakan bentangan rumput laut terjadi hampir tiap minggu tanpa ada tindakan dari aparat keamanan dan dinas terkait. Untuk itu, Sultan mengingatkan kembali janji dari pemerintah untuk menjaga keamanan perairan.
Sultan menerangkan, biaya pembangunan pondasi rumput laut lengkap dengan tali bentangan dan pengisian 800 bibit rumput laut hampir mencapai Rp 100 juta. Ironisnya, pencurian dan pengrusakan pondasi pasti dialami tiap petani.
“Kalau kejahatan laut tidak segera diselesaikan, jangan salahkan masyarakat mengambil tindakan sesuai keinginan mereka,” kata Sultan mengingatkan.
Penulis: Budi Anshori | Editor: Saud Rosadi
Tag: KaltaraNunukanPertanianRumput Laut