SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Potensi bertambahnya pendapatan daerah Kalimantan Timur (Kaltim) masih cukup besar, baik dimulai di Triwulan IV Tahun Anggaran 2023 maupun nanti di Tahun Anggaran 2024. Selain dari DBH (Dana Bagi Hasil) Sawit dan pembangian keuntungan 1,5% dari keuntungan bersih perusahaan pmegang IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khsusus) Batubara, ada juga berupa retribusi perikanan, kompensasi sisa 8 juta ton emisi karbon yang belum dibayarkan ke Kaltim.
Dalam Dokumen Jawaban dan Penjelasan Pemerintah Provinsi Kaltim atas Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD Kaltim terhadap Nota Keuangan RAPBD Perubahan Tahun 2023 yang dibacakan Asisten Sekda Kaltim Bidang Administrasi, H Riza Indra Riadi di Rapat Paripurna DPRD Kaltim 13 September lalu, mengungkapkan, pemungutan retribusi perikanan masih menunggu selesainya pembentukan kelembagaan UPT (Unit Pelaksana Teknis) Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim.
“Kemudian pendapatan dari denda pajak daerah, diperhitungkan meningkat, dasar perhitungannya adalah hasil audit terhadap wajib pungut PBB-KB (Pajak Bahan Bakar-Kendaraan Bermotor),” ungkap Riza.
Khusus potensi pendapatan dari kompensasi sisa 8 juta ton kompensasi sisa 8 juta ton emisi karbon yang belum dibayarkan ke Kaltim dengan skema PCPF-CF (Program Forest Carbon Partnership Facilities-Carbon Fund atau Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan) melalui mekanisme Perdagangan Karbon, menurut Riza, sekarang ini regulasinya masih berproses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Tahapan yang harus dilakukan berikutnya adalah mendaftarkan/meregister hasil kerja penurunan emisi di Kaltim ke dalam Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Sampai saat ini Pemprov kaltim melalui Project Management Unit (PMU) PCPF-CF terus berkoorinasi dengan Kementerian LHK dan World Bank untuk kelebihan 8 juta ton yang belum dibayarkan tersebut,” terang Riza.
PCPF-CF dilaksanakan berdasarkan Result Based Payment (pembayaran berdasarkan kinerja), sehingga program dan kegiatan yang dibiayai adalah program dan kegiatan yang dilaksanakan sebagai bagian dari penguarangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD).
“Program kegitan yang dilaksanakan Pemprov Kaltim sesuai dengan dokumen ERPD ((Emission Reduction Proposal Dokumen yang dipakati dengan Wordl Bank,” kata mantan Kadis Kelautan Perikanan ini.
Riza juga menginformasikan terkait DBH Sawit, Pemprov telah melakukan koordinasi dengan kementerian teknis, melakukan pertemuan secara intensif dengan provinsi penghasil sawit se-Indonesia, melakukan rekonsiliasi per triwulan, membahas dan menyusun kerja setiap tahun, serta menyampaikan syarat salur tepat pada waktunya kepada Kementerian Keuangan.
Selanjutnya, Pemprov memprediksi pendapatan lain-lain yang sah juga akan meningkatkan beberapa tahun ke depan setelah tahun ini (2023) meningkatkan penyertaan modal di BUMD PT Bank Pembangunan Daerah Kaltim Kaltara (Bankaltimtara) Rp3,55 triliun, sehingga menjadi pemegang saham mayoritas (51%) di Bankaltimtara, menambah penyertaan modal di PT Jamkrida Rp100 miliar dan di PT Melati Bhakti Satya Rp18,8 miliar.
Sedangkan terkait menurunnya penerimaan dari retribusi, Riza menjelaskan, penerimaan dari retribusi Diklatsar CPNS menurun sebagai akibat kebijakan moratorium CPNS dari Pemerintah Pusat. Penerimaan Retribusi Perizinan Tertentu menurun adalah dampak dari terbitnya UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD (Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah) dan PP Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak dan Retribusi Daerah yang mengamanahkan pungutan atas izin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA), baru dapat dipungut tahun 2024 setelah terbitnya Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang baru.
“Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang baru masih dalam proses,” kata Riza.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: Keuangan Daerah