JAKARTA.NIAGA.ASIA – Selama periode 2015-2023, terjadi penurunan produksi kakao Indonesia sebesar 8,3% per tahun dan terjadi peningkatan impor dari 239.377 ton menjadi 276.683 ton.
Pertumbuhan industri pengolahan kakao belum dibarengi dengan ketersediaan bahan baku yang menyebabkan 9 dari 20 perusahaan berhenti beroperasi. Industri pengolahan kakao saat ini harus mengimpor 62% bahan baku biji kakao.
Sementara itu, hilirisasi kelapa masih terbatas karena pemanfaatan bahan baku kelapa belum optimal dan saat ini masih ada kelapa bulat yang diekspor. Hal ini mengakibatkan utilisasi industri pengolahan kelapa masih sekitar 55%.
Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan global, sehingga masih terdapat ruang peningkatan hilirisasi kelapa yang sangat besar.
Untuk mengatasi hal itu, Kementerian Perindustrian menginisiasi kelembagaan kakao dan kelapa untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri, menjaga kelangsungan industri dan daya saing serta meningkatkan nilai tambah.
“Terkait hal tersebut, Presiden Joko Widodo telah melaksanakan rapat terbatas mengenai Badan Pengelola Dana Kakao dan Kelapa di Jakarta, Rabu (10/7),” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Ratas tersebut memutuskan bahwa pengelolaan kakao dan kelapa dilimpahkan kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan membentuk duakedeputian baru, yaitu Deputi Kakao dan Deputi Kelapa.
Selanjutnya, penghimpunan dana tetap dilakukan melalui skema pungutan ekspor yang dikelola langsung oleh BPDPKS.
”BPDPKS sudah mempunyai dana besar yang bisa dipakai untuk sektor kakao dan kelapa sehingga bisa berjalan segera,” ujar Agus lagi.
Indonesia pernah menduduki peringkat ke-3 negara penghasil biji kakao hingga tahun 2015, namun saat ini berada pada peringkat ke-7. Dari sisi industri, Indonesia sejauh ini menjadi salah satu produsen dan pengekspor ke-4 produk olahan kakao di dunia pada tahun 2023.
Diharapkan kelembagaan kakao dan kelapa akan memberikan dampak positif pada petani dan industri. Manfaat bagi petani meliputi peningkatan produktivitas melalui intensifikasi dan peremajaan lahan, peningkatan hasil olahan dan jaminan kepastian penyerapan panen.
“Sementara manfaat bagi industri berupa peningkatan nilai tambah dan ekspor serta diversifikasi pada produk turunan bernilai tambah tinggi,” pungkas Menperin.
Sumber: Siaran Pers Kementerian Perindustrian | Editor: Intoniswan
Tag: Kakao