BANJARMASIN.NIAGA.ASIA – Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) di sekitar lokasi penambangan merupakan salah satu poin penting keberhasilan menjalankan good mining practices (GMP) di dunia pertambangan. Hal tersebut juga telah dituangkan ke dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Permen ESDM Nomor 41 tahun 2016 tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan, sebagai pengelola sumber daya mineral dan batubara, Kementerian ESDM berkomitmen agar sumber daya tersebut bisa dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat dan bisa memberikan dampak terhadap peningkatan ekonomi, khususnya untuk masyarakat sekitar wilayah pertambangan. Salah satunya ialah melalui program PPM, untuk meningkatkan peran sosial ekonomi masyarakat sekitar tambang.
“PPM dalam kegiatan pertambangan, adalah upaya untuk mendorong peningkatan perekonomian, pendidikan, sosial budaya, kesehatan, dan lingkungan kehidupan masyarakat sekitar tambang, baik secara individiual maupun kolektif sehingga tingkat kehidupan masyarakat sekitar tambang menjadi lebih baik dan mandiri,” jelasnya di kantor Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (26/10).
Dalam pelaksanaan program PPM, sebut Agus, setiap badan usaha pertambangan wajib menyusun rencana induk PPM, yang dibentuk berdasarkan pemetaan sosial dari gambaran kondisi awal masyarakat sekitar tambang.
“Dalam Pemetaan sosial, setidaknya memuat informasi terkait kesehatan dan pendidikan, sosial budaya dan lingkungan kehidupan masyarakat, infrastruktur, kemandirian ekonomi, serta kelembagaan komunitas masyarakat dalam menunjang mandiri ekonomi,” imbuhnya.
Salah satu badan usaha pertambangan yang telah melakukan PPM ialah PT. Arutmin Indonesia yang beroperasi di Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru di Kalimantan Selatan.
Corporate External Affair Manager PT. Arutmin Indonesia Muhammad Yusuf mengatakan bahwa PT. Arutmin menjalankan amanat pemerintah sesuai dengan prosedur yang berlaku, salah satunya adalah program PPM di sekitar tambang PT. Arutmin Indonesia, karena PPM menjadi bagian penting upaya perusahaan dalam mencapai misi Corporate Social Responsibility (CSR).
“PPM Arutmin berpedoman kepada cetak biru (blue print) yang diputuskan oleh Gubernur (Kalimantan Selatan). Dari cetak biru tersebut, diterjemahkan menjadi rencana induk program PPM Arutmin,” jelas Yusuf pada acara media visit di Kotabaru, Kalimantan Selatan, Kamis (26/10).
Lebih lanjut, Ia mengatakan rencana induk program PPM PT. Arutmin Indonesia dibuat dengan melakukan social mapping bersama seluruh stakeholder terkait, baik itu Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, hingga kecamatan dan desa.
“Semua diundang karena ada sinkronisasi program PPM, dalam pembuatan di tingkat kecamatan itu ada Musrembang (musyawarah rencana pengembangan), Arutmin diundang dan kita menyesuaikan program. Ada beberapa program yang disinkronkan, misalnya pembuatan jalan, pembangunan sekolah, perawatan sekolah atau bantuan guru, dan lainnya,” paparnya.
Adapun program PPM PT. Arutmin Indonesia, antara lain:
– Bidang Infrastruktur, membangun dan merawat fasilitas publik, seperti jalan, jembatan, bangunan dan menyupplai air bersih kepada masyarakat.
– Bidang pendidikan, dengan memberikan beasiswa kepada pelajar, insentif kepada guru sekolah, serta pembuatan fasilitas sekolah.
– Bidang Ekonomi, dengan memfasilitasi pembiayaan mikro, pengembangan dana melalui industri rumah tangga, pendampingan budidaya pertanian dan perikanan.
– Bidang Sosial Budaya, dengan membuat wisata kampung nelayan berbasis komunitas, menyelenggarakan kompetisi olahraga, pemberdayaan masyarakat kecil, dan mendukung kegiatan keagamaan.
– Bidang Kesehatan, dengan menyediakan fasilitas kesehatan umum, kampanye kesehatan, dan bersinergi dengan pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana di rumah sakit.
Budidaya Ikan
Bahrani (56 tahun) merupakan salah satu masyarakat yang dilibatkan dalam program PPM PT. Arutmin Indonesia. Ia bersama kelompok masyarakat diberikan pelatihan membudidayakan ikan air tawar di danau pasca tambang dari Blok Penambangan Ata Selatan (Atasela) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, dari mulai pembibitan hingga penjualan.
“Sebelumnya saya bahuma (menanam padi) atau petani, kemudian sekarang membudidayakan ikan keramba apung disini. Alhamdulillah kehidupan kita bisa menjadi lebih baik dari yang dulu,” ungkapnya.
Danau yang menjadi sumber kehidupan Bahrani kini memiliki luas 76,2 ha dengan kedalaman maksimal 100 meter, dan mampu menampung air sebanyak 20 juta m3. Danau tersebut merupakan bagian dari area reklamasi Pit Ata Selatan yang mulai ditambang pada tahun 2003 dan telah selesai pada tahun 2012 dengan total bukaan lahan tambang seluas 296,74 ha.
Bahrani yang tinggal di Desa Batuarang yang berjarak sekitar 2 KM dari danau menyebut, ikan hasil budidayanya berupa ikan nila dan ikan mas dijual langsung ke masyarakat dan ke perusahaan. Ia bersama kelompoknya menjual dengan harga Rp40.000 per Kg, lebih mahal Rp5.000 dibandingkan dengan harga jual ikan yang sama di pasar.
Meski demikian, ikan yang ia jual tetap laris terjual, terlebih jika PT. Arutmin Indonesia menyelenggarakan kegiatan-kegiatan, pasti akan membeli ikan Bahrani. “Ikan yang kita budidayakan rasanya beda dengan ikan di pasar, tidak ada rasa atau aroma tanah, karena keramba kita jauh dari dasar danau,” imbuhnya.
Setiap bulan, ungkap Bahrani, terjadi peningkatan dalam penjualan ikan, sehingga berdampak pula pada kenaikan pendapatan yang ia dan kelompoknya terima. Namun Ia berharap ke depannya, Ia bersama kelompoknya bisa menjadi mandiri dalam membudidayakan ikan keramba apung. “Kalau sekarang masih dibantu oleh perusahaan (Arutmin), semoga ke depannya bisa menjadi mandiri dalam hal pembibitan serta pengelolaan keramba apung,” tutupnya.
Sumber: Biro KLIK Kementerian ESDM | Editor: Intoniswan
Tag: Afif Reyhan HarunarutminCSR