Ratusan Mahasiswa di Samarinda Ikut Bersuara Tolak DPR Revisi RUU Pilkada

Demonstrasi mahasiswa dari berbagai organisasi dan kampus di Jalan M Yamin, Samarinda, Kamis 22 Agustus 2024 sore. (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus dan organisasi di Kalimantan Timur, berunjuk rasa di depan gerbang kampus Universitas Mulawarman di Jalan M Yamin, Samarinda, Kamis 22 Agustus 2024 sore.

Demonstran menyuarakan untuk menolak campur tangan wakil rakyat di DPR RI dengan merevisi Undang-undang tentang Pilkada.

Aksi digelar sekira pukul 15.00 Wita. Mereka membawa spanduk, pengeras suara dan membakar ban, menyerukan penyelamatan demokrasi dan menolak campur tangan DPR yang mereka nilai merugikan rakyat Indonesia.

Salah satu koordinator aksi, Muhammad Yuga menerangkan, mereka menolak tegas Badan Legislatif (Baleg) DPR RI yang hendak merevisi Undang-undang tentang Pilkada dan mengabaikan putusan MK, soal syarat pencalonan kepala daerah

“Kami menolak tegas terhadap revisi Undang-undang Pilkada tersebut. Hari ini tidak hanya di Samarinda bahkan nasional, melakukan aksi besar-besar,” kata Yuga di lokasi aksi.

Menurut Yuga dalam pleno DPR RI yang digelar pada Rabu 21 Agustus 2024 lalu, Baleg DPR RI mengambil keputusan untuk merevisi Undang-undang Pilkada atas perubahan keempat Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Demonstran melakukan aksi bakar ban di Jalan M Yamin, Kamis 22 Agustus 2024 (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

Baleg merumuskan, ambang batas pencalonan partai politik non kursi di DPRD hanya memerlukan 6,5 hingga 10 persen suara sah untuk mencalonkan sebagai kepala daerah. Sedangkan berdasarkan ketentuannya partai dengan kursi DPRD membutuhkan 20 hingga 25 persen suara sah untuk mengusung kepala daerah.

Kemudian adalah soal batas usia pencalonan. Di mana batas usia bakal calon kepala daerah minimal 30 tahun terhitung sejak pendaftaran, sekarang perubahan batas umur tersebut dihitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.

Yuga bilang, aksi demontrasi ini tidak ditunggangi oleh kepentingan seseorang maupun mengatasnamakan partai politik, melainkan murni gerakan mahasiswa dalam mengawal Undang-undang Pilkada yang menjadi perhatian publik saat ini.

Selain itu, Yuga juga bicara tentang maraknya unggahan Garuda Biru di sosial media bertuliskan Peringatan Darurat. Menurutnya itu merujuk pada ajakan untuk sama-sama mengawal jalannya demokrasi dan konstitusi.

“Garuda biru artinya tanda peringatan yang biasa ditampilkan di zaman petrus. Kemudian hal itu kembali ramai mengingat keadaan negara saat ini sedang genting banyak putusan yang membelakangi konstitusi,” ucapnya.

Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi

Tag: