SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Penggunaan susu kental manis sebagai pengganti susu anak masih menjadi masalah serius. Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) mencatat terdapat 231 aduan yang masuk sepanjang April-31 Oktober 2024.
Sejak tahun 2018 pemerintah telah mengatur ketentuan konsumsi dan promosi kental manis melalui Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 20 tahun 2021 yakni susu kental manis bukan untuk menggantikan air susu ibu dan tidak dapat dijadikan sebagai sumber gizi tunggal. Kandungan yang ada dalam susu kental manis mengandung lebih banyak gula dan minim nutrisi.
Tingginya penggunaan susu kental manis sebagai pengganti susu dimasyarakat membuat komunitas peduli kesehatan membentuk Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) yang telah berdiri sejak 2018 lalu untuk melakukan advokasi terhadap isu dan permasalahan kesehatan masyarakat.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KOPMAS Yuli Supriati, mengatakan, kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi keluarga masih rendah.
Hal ini berimbas pada rendahnya partisipasi masyarakat untuk saling mengawasi kesalahan-kesalahan asupan makanan pada anak di lingkungannya, khususnya kesalahan konsumsi kental manis.
“Berdasarkan temuan lapangan dan penelitian yang dilakukan Majelis Kesehatan Aisyiyah bersama mitra menunjukkan indikasi kuat penggunaan kental manis sebagai susu untuk anak dan balita mengakibatkan gizi buruk pada anak,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) KOPMAS Yuli Supriati melalui siaran persnya yang diterima niaga.asia, Sabtu (16/11/2024).
Atas temuan tersebut, lanjutnya, KOPMAS membentuk layanan pengaduan untuk mendorong masyarakat turut serta mengawasi kesalahan penggunaan dan promosi produk kental manis yang bertentangan dengan aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Layanan pengaduan ini dibentuk dalam bentuk website aduan www.aduansalahsusu.id.
Dalam laporan pengaduan masyarakat yang terangkum melalui website www.aduansalahsusu.id yang diselenggarakan KOPMAS pada Kamis, 7 November 2024, terdapat 213 pengaduan yang masuk sepanjang April – 31 Oktober 2024.
“Dari total 213 pengaduan tersebut, baru 196 laporan yang berhasil diverifikasi oleh tim KOPMAS dan sebanyak 115 laporan kesalahan Konsumsi susu dan 81 laporan pelanggaran promosi kental manis,” sebutnya.
Sementara, Sosiolog Universitas Indonesia, Dr. Nadia Yovani mengatakan hasil temuan KOPMAS tersebut menunjukkan bahwa persoalan kental manis adalah hal serius yang harus mendapat perhatian.
“Kita perlu mengenali budaya makan orang Indonesia dan kebiasaan-kebiasaannya. Kebiasaan makan dan mengakses teknologi dam kampanye-kampanye kesehatan dan gizi harus memperhatikan kebiasaan masyarakat agar berhasil,” jelas Nadia.
Lebih lanjut, Nadia mengatakan untuk mengatasi persoalan tersebut perlu sinkronisasi antar stakeholder terkait dalam membatasi promosi kental manis dengan realita masyarakat di lapangan.
“Sinkronisasi memerlukan strategi khusus yang tepat dengan memperhatikan bahasa, nilai dan kebiasaan di tengah-tengah masyarakat agar kesadaran di masyarakat dapat terbangun,”ujarnya.
Peneliti di Human Nutrition Research Centre (HNRC) dr. Davrina Rianda, juga menegaskan untuk tidak memberikan kental manis kepada anak. Menurutnya, hal tersebut sama saja memberikan minuman gula kepada anak.
“Kalau saya boleh bilang, enggak boleh memberikan kental manis, karena ini sama saja memperkenalkan es teh kepada anak. Jadi mungkin kita melihat kental manis sebagai gula. Mungkin itu cara paling mudahnya,” kata Davrina.
Davrina menjelaskan kandungan nutrisi dalam kental manis tidak dapat disamakan dengan susu. Karena, berbagai nutrisi seperti kalsium dan vitamin D tidak dapat ditemukan pada kental manis.
“Kandungan susu yang kita mau dapatkan itu adalah ada kalsium, dan ditambahkan vitamin D. dan itu tidak ada di kental manis,” ujarnya.
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN RI, dr. Irma Ardiana, MAPS mengapresiasi adanya pengawasan dari masyarakat seperti laporan KOPMAS tersebut agar menjadi evaluasi bersama.
“Kami ingin sekali diberi masukan tentang hasil pengawasan dari kebijakan yang ada. karena ini salah satu simpul yang sangat penting untuk kita memastikan bahwa kebijakan itu betul-betul diimplementasikan,” pungkasnya.
Penulis: Nur Asih Damayanti. | Editor: Intoniswan
Tag: susu