Tiga Jenis Pendapatan Kaltim Belum Dikelola Sesuai Peraturan Perundang-undangan

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Meski atas laporan keuangan tahun 2022 Pemerintah Provinsi Kaltim mendapat opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) untuk ke-10 kalinya dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tapi masih ditemukan sejumlah pengelolaan pendapatan dan belanja belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Misalnya dalam LHP-BPK Tahun 2022 Nomor:21.b/LHP/XIX.SMD/5/2023, tanggal 4 Mei 2023 yang diserahlan Anggota VI BPK RI Pius Lustrilanang kepada Ketua DPRD Kaltim, H Hasanuddin Mas’ud dan Wakil Gubenur Kaltim, H Hadi Mulyadi dalam Rapat Paripurna Ke-17 DPRD Kaltim, Senin (22/5/2023), ditemukan pengelolaan tiga jenis pendapatan belum dikelola sesuai peraturan perundang-undangan.

“Ketiga jenis pendatan dimaksud adalah Pendapatan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah pada UPTD Pengelolaan Prasarana Olahraga, Pendapatan Sumbangan Pihak Ketiga Atas Penjualan kendaraan Bermotor, dan Rekening Giro dan Deposito Milik BLUD,” tulis auditor BPK.

Menurut BPK, pendapatan retribusi pemakaian kekayaan daerah pada UPTD Pengelolaan Prasarana Olahraga belum menggunakan transaksi nontunai dan tidak seluruhnya disetor ke kas daerah senilai Rp1,178 miliar, bahkan pembayaran dari pemakai fasilitas Prasarana Olahraga ditampung dulu di rekening pribadi staf UPTD Pengelolaan Prasarana Olahraga.

“Bahkan ditemukan  selisih (kurang) jumlah uang sewa fasilitas yang ada di rekening staf UPTD Pengelolaan Prasarana Olahraga, atas nama MY di BRI dengan yang disetor ke kas daerah sebesar Rp88.970.000,-,” ungkap BPK.

“Tapi staf pengelola keuangan kekurangan setor terhadi karena uang Rp88,970 juta dipakai untuk membayar jasa kebersihan,” kata BPK dalam LHP yang diteken, Agus Priyono, Kepala BPK  RI Perwakilan Provinsi Kaltim.

Pengelolaan pendapatan di UPTD Pengelolaan Prasarana Olahraga tersebut, kata BPK tak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam hal ini Permendagri No 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah Bab I, Huruf J, Poin 2 pada hruf (t) dan Pergub Nomor 51 Tahun 2018 tentang Transaksi Nontunai.

Kemudian pendapatan sumbangan pihak ketiga (dealer kendaraan bermotor) atas penjualan kendaraan bermotor Rp14,129 miliar juga tak tak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini tk sesuai dengan PP No 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 32 huruf (a), Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Perda Kaltim Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pasal 1 poin 8 tentang Sumbangan Pihak Ketiga.

Sumbangan pihak ketiga (dealer kendaraan bermotor) atas penjualan kendaraan bermotor ke Bapenda Kaltim didasarkan atas Surat Keputusan Gubernur Nomor 970/K.362/2009 tentang Perubahan Kedua Diktum SK Nomor 970/SK.128.A/1996 tentang Besaran Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah untuk Kendaraan Bermotor, bukan keikhlasan pemberi sumbangan, dalam hal ini dealer kendaraan bermotor.

Berdasarkan SK Gubernur tersebut besaran tarif sumbangan pihak ketiga untuk kendaraan roda 4, harga kendaraan <100.000.000,- sumbangan Rp125.000,-, harga kendaraan 100 juta – 200 juta sumbangan Rp225.000,- harga kendaraan antara 300.000.000 – 400.000.000 sumbangan Rp400.000,-. Kendaraan roda dua harga <10 juta sumbangan Rp25.000,- dankendaraan roda dua harga Rp10 juta – Rp20 juta sumbangan Rp35.000.-

Pendapatan sumbangan dari dealer kendaraan bermotor itu tak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yakni Pergub Nomor 31 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Pemerintah Daerah.

“Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa pengertian Sumbangan Pihak Ketiga adalah pemberian dari pihak ketiga kepada Pemerintah Daerah secara ikhlas, tidak mengikat, perolehannya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tapi yang berlangsung sumbangan dipungut berdasarkan tarif yang sudah ditetapkan,” kata BPK.

Pendapatan BLUD yang belum dikelola sesuai peraturan perundang-undangan adalah pendapatan BLUD RSUD Kanujoso dan RSUD Abdul Wahab Sjahranie, dimana terdapat pemotongan pajak atas jasa giro/bunga rekening kas kedua rumah sakit sebesar Rp256.612.672,76.

“Padahal atas jasa giro/bunga rekening yang diterima kedua rumah sakit tidak harus dikenai pajak sesuai UU No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagimana diubah dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU No 7 Tahun 1983 Pasal 2 ayat (3) huruf b,” kata auditor BPK.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: