
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Putusan nihil Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas Benny Tjokrosaputra Komisaris PT. Hanson Internasional Tbk dalam perkara PT ASABRI yang terbukti merugikan negara Rp22,7 triliun sangat mengusik dan mencederai rasa keadilan, karena Benny Tjokrosaputro telah melakukan pengulangan tindak pidana (dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya), sehingga seharusnya setelah diputus dengan hukuman seumur hidup dimana ada penambahan hukuman dengan hukuman mati, sesuai dengan Doktrin Hukum Pidana.
“Namun Benny Tjokrosaputro yang dijatuhi pidana NIHIL menjadi polemik dan kontroversi, sehingga Jaksa Penuntut Umum langsung menyatakan upaya hukum Banding,” kata Kepala Puspenkum Kejaksaan Agung, Dr, Ketua Sumedana dalam rilisnya hari ini, Sabtu (14/01/2023).
Menurut Ketut Sumedana, Dalam Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Benny Tjokrosaputro selaku Komisaris PT. Hanson Internasional Tbk, bersama dengan Adam Damiri, Sony Wijaya dkk divonis bersalah dalam Dakwaan Kesatu Primair dan terbukti merugikan Negara sebesar Rp22,7 Triliun, namun Benny Tjkrosaputro yang dijatuhi pidana Nihil.
Dari itu, lanjutnya, putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, selain sangat mengusik dan mencederai rasa keadilan, Kajaksaan menilai Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat keliru dalam menerapkan hukum karena Benny Tjokrosaputro terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Jaksa yakni Primair Pasal 2 dengan ancaman minimal 4 tahun penjara, sehingga penerapan hukuman Nihil bertentangan dengan undang-undang tindak pidana korupsi.
“Proses Hukum atas nama benny Tjokrosaputro dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya memang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Namun yang bersangkutan masih memiliki upaya hukum luar biasa dan mengajukan hak-haknya untuk mendapatkan seperti grasi, remisi, amnesti, sehingga apabila dikabulkan, maka akan membahayakan bagi penegakan hukum, dan seharusnya ada persyaratan khusus dalam putusan a quo,” kata Ketut Sumedana.
Lebih jauh dalam kesempatan diberbagai media, beberapa elemen akademi dan praktisi sependapat bahwa putusan tersebut harus diuji ditingkat pengadilan diatasnya yakn Banding. Namun, Kejaksaan Agung menyampaikan putusan tersebut jauh dari rasa keadilan dan menyebabkan ketidakpastian hukum yakni;
Putusan yang merugikan lebih dari Rp40 Triliun apabila diakumulasi dengan 2 perkara yang dilakukan Benny Tjokrosaputro secara absolut mengingkari nurani keadilan itu sendiri. Ini tidak saja merugikan kerugian Negara, tetapi merugikan masyarakat luas terutama pensiunan TNI dan Kepolisian Negara RI yang selama ini menjaga keamanan Negara.
Menurut Ketut Sumedana, ada kesalahan yang sangat fatal dalam penerapan pasal 67 KUHP, disamping bertentangan dengan asas hukum yaitu lex specialis derogat lex specialis yang berlaku dalam undang-undang tindak pidana korupsi pada perkara a quo, juga tidak secara tegas pasal tersebut diterapkan bagi tindak pidana yang dilakukan secara akumulasi dalam perkara terpisah.
“Selanjutnya, putusan tersebut akan menambah ketidakpastian hukum oleh karena hak Terpidana dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya dalam mengajukan upaya hukum luar biasa (PK) dan hak dalam mengajukan hak-haknya seperti remisi, grasi dan amnesti, justru akan melemahkan putusan yang pertama dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, dan seharusnya putusan tersebut dibarengi dengan putusan bersyarat sebagaimana lazimnya dalam penegakan hukum,” terangnya.
Penerapan Pasal 67 KUHP jika sebagaimana dalam putusan a quo, akan menyulitkan bagi Jaksa dalam mengeksekusi harta benda Terdakwa dalam perkara PT ASABRI (persero). Padahal Benny Tjokrosaputro juga dijatuhi tindak pidana pencucian uang (TPPU) sementara harta yang telah disita dengan akumulasi kerugian Rp40 Triliun masih jauh dari kata penyelamatan. Hal inilah sangat tidak adil.
“Penuntut Umum dalam mengajukan upaya hukum disini sangat rasional dan yuridis, mengingat tindak pidana korupsi adalah extraordinary crime. Maka harus dilakukan upaya-upaya yang luar biasa dalam penyelesaiannya, seperti selama ini yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dalam menerapkan unsur perekonomian negara disamping TPPU sebagai solusi untuk memiskinkan koruptor dan keluarganya,” pungkasnya.
Kejaksaan Agung berharap kedepannya, putusan-putusan pengadilan yang baik dapat dijadikan yurisprudensi atau sumber hukum utama dalam penegakan hukum.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: Benny Tjokrosaputro