NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Menjadi ibu tunggal untuk 3 anak membuat Magri Lamong sibuk mencari nafkah untuk keluarganya setiap hari dan hanya bisa menyisihkan sedikit waktu mengurus dan memperhatikan anaknya.
Wanita single parent ini terpaksa membanting tulang bekerja di rumah makan dan mengikat rumput laut dari pukul 07:00 Wita hingga 19:00 Wita. Minimnya waktu untuk keluarga membuat putrinya berusia 10 tidak bersekolah.
“Anak kedua saya Delta Ratna Sari tidak sekolah karena tidak memiliki akte lahir dan biaya bersekolah,” kata Magri Lomong (27) saat menerima kunjungan komunitas Wahana Pendidikan Perbatasan (WPP) Nunukan dirumahnya, Rabu (04/01/2023).
Kedatangan Ketua WPP Nunukan AKP I Eka Berlin bersama pengurus lainnya ke rumah Magri Lomong untuk melihat langsung kondisinya dan menyerahkan bantuan susu untuk Varrel Novanri (3) anak ketiga dari Magri Lamong yang juga mengidap stunting.
Delta Ratna Sari putus sekolah sejak orang tuanya tahun 2020 pindah dari Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur ke wilayah Kabupaten Nunukan. Padahal, Delta semasa di Rote Ndao pernah bersekolah hingga kelas III Sekolah Dasar (SD)
“Waktu mau pindah ke Nunukan, Delta masih kelas III SD, sejak disinilah tidak sekolah lagi karena tidak memiliki raport dan akte lahir,” sebutnya.
Magri Lomong tercatat sebagai penduduk Kampung Timur RT 031, Kelurahan Nunukan Barat, Kecamatan Nunukan. Ibu rumah tangga berusia 27 tahun ini menghuni rumah kontrakan berdinding seng dan alas lantai seadanya.
Suami Magri Lomong menghilang entah kemana meninggalkan keluarga, dan sejak itulah Magri Lomong menjadi orang tua tunggal memenuhi kebutuhan keluarga mengandalkan kemampuan yang tidak seberapa.
“Kalau saya kerja Delta Ratna Sari yang jaga adiknya, mereka berdua dirumah dari pagi sampai sore,” tuturnya.
Memiliki anak stunting
Varrel Novanri (3) anak ketiga Magri Lomong terdata sebagai balita stunting karena memiliki gangguan pertumbuhan (stunting) di mana, tidak tumbuh tinggi seperti anak usianya atau disebut juga dengan kerdil akibat kekurangan gizi dalam jangka waktu panjang.
“Anak ini waktu lahir normal beratnya 3 kilogram lebih, tapi sejak kami pindah ke Nunukan Varrel sakit-sakit terus,” sebut.
Ketika Magri Lomong pindah ke Nunukan, Varrel masih berusia 6 bulan dan sejak itulah balita terus – menerus sakit. Keterbatasan biaya membuat keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan susu dan makanan bergizi bagi anaknya.
Magri Lomong tidak mengetahui persis berapa berat dan tinggi Varrel Novanri, dikarenakan sang ibu tidak memiliki waktu untuk memeriksakan balitanya ke posyandu ataupun puskesmas setempat.
“Aku tidak sempat ke posyandu pak, saya kadang seharian kerja, Varrel kalau dirumah dijaga kakaknya,” ujarnya.
Melihat kondisi kemiskinan dan kesulitan hidup keluarga Magri Lamong, ketua Yayasan WPP Nunukan I Eka Berlin berjanji akan membantu pembuatan akte lahir dan pengurusan lanjutan sekolah untuk Delta Ratna Sari.
“Nanti kami bantu urus akte lahir dan Delta Ratna Sari harus melanjutkan sekolah, kami janji bantu pendidikannya,” tutur Berlin.
Tidak hanya menjamin lanjutan pendidikan bagi Delta Ratna Sari, Kabag Ops Polres Nunukan ini siap menjadi orang tua angkat bagi balita stunting Varrel Novanri sekaligus pengurusan dokumen akte lahirnya.
Berlin menuturkan, WPP Nunukan memiliki program kerja yang sasaranya mengatasi buta aksara di semua usia dan membantu pendidikan bagi anak yang tidak mampu agar dapat bersekolah selayaknya anak lainnya.
“Ada 3 anak keluarga tidak mampu kita sekolahkan, kami juga secara sukarela membantu mengatasi buta aksara dengan memberikan pendidikan gratis,” pungkasnya.
Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan
Tag: PendidikanStunting